banner 728x250

Masakan, Lawatan, dan Intrik Kekuasaan dalam ‘Semangkuk’ Tontonan (Sebuah Review untuk Film Rahasia Rasa)

TUTURPEDIA - Masakan, Lawatan, dan Intrik Kekuasaan dalam 'Semangkuk' Tontonan (Sebuah Review untuk Film Rahasia Rasa)
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – 2025 boleh dibilang merupakan tahunnya Hanung Bramantyo. Bagaimana tidak? Di tahun ini, Hanung berencana merilis 5 buah film, yakni; Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, Rahasia Rasa, La Tahzan, Gowok: Kamasutra Jawa, dan The Hole.

Dua diantaranya sudah tayang dan dapat ditonton di bioskop, yakni Cinta Tak Pernah Tepat Waktu dan Rahasia Rasa.

Di film Rahasia Rasa, Hanung kembali mencoba menarasikan film dengan tema sejarah dan kemanusiaan. Namun yang unik, Hanung menambahkan bumbu seputar tema kuliner.

Hanung Bramantyo menggaet sejumlah aktor yang namanya sudah akrab didengar oleh pecinta film Indonesia, sebut saja seperti; Jerome Kurnia, Nadya Arina, Valerie Thomas, Slamet Rahardjo, Yattu Surachman, dan Ciccio Manassero.

TUTURPEDIA - Masakan, Lawatan, dan Intrik Kekuasaan dalam 'Semangkuk' Tontonan (Sebuah Review untuk Film Rahasia Rasa)

Sinopsis Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa mengisahkan tentang Ressa (Jerome Kurnia), seorang executive chef di sebuah restoran dengan menu andalan masakan Italia.

Sialnya, suatu hari nasib malang menimpanya usai ia mendadak kehilangan kemampuan untuk merasakan makanan setelah kecelakaan.

Dalam upayanya untuk mencari kembali kemampuan indra pengecapnya yang hilang, Ressa disarankan oleh dokter untuk kembali ke kampung halamannya untuk mengobati rasa trauma.

Ressa kemudian bertemu kawan masa kecilnya Tika (Nadya Arina), yang kini bekerja sebagai tukang masak rumahan.

Dalam usaha menyembuhkan penyakit Ressa, keduanya justru terjebak pada perjalanan untuk menemukan resep turun-temurun yang hilang. Hal inipun membuat Ressa dan Tika harus menghadapi berbagai intrik dan konspirasi yang melingkupi resep turun-temurun tersebut.

TUTURPEDIA - Masakan, Lawatan, dan Intrik Kekuasaan dalam 'Semangkuk' Tontonan (Sebuah Review untuk Film Rahasia Rasa)

Review Film Rahasia Rasa

Sebenarnya agak sulit memberikan penilaian utuh pada film Rahasia Rasa. Di satu sisi, film ini menawarkan kesegaran pada iklim perfilman tanah air yang tengah diserbu gelombang horor yang seolah tak berkesudahan. Tapi di sisi yang lain, Rahasia Rasa tidak mampu menghadirkan sebuah tontonan yang solid.

Di awal film, Rahasia Rasa menawarkan scene yang cukup mengikat penonton. Memperlihatkan betapa chosnya kondisi dapur saat sedang menyiapkan masakan.

Terlihat, Hanung Bramantyo selaku sutradara banyak terkena influence dari beberapa tontonan bertema serupa, seperti The Bear, Chef, The Menu, atau Hunger.

Bagai pisau bermata dua, kekayaan referensi yang dimiliki Hanung tentang film dengan latar masak-memasak, selain membuat Rahasia Rasa menjadi film bertema memasak yang proper juga menjadi semacam jebakan.

Sebab nampak sekali di salah satu adegan yang seolah sedang mempraktikkan konsep ‘amati-tiru-plek-ketiplek’. Yakni saat Ressa menyajikan masakan karyanya untuk dinikmati oleh tamu undangan di acara. Alih-alih meminta tamu makan dengan garpu dan sendok, Ressa meminta mereka menikmati makanan dengan tangan, sehingga menunjukkan ‘kerakusan’ yang ditunjukkan secara harfiah.

Bagian tersebut tentunya sangat mirip dengan salah satu adegan di film Hunger karya sutradara Thailand, Sitisiri Mongkolsiri. Bedanya, di film Hunger, alasan sang Chef melarang tamu undangan menikmati hidangan dengan garpu dan sendok memiliki dasar yang kuat. Sedangkan di Rahasia Rasa, adegan tersebut tak punya alasan yang berdasar.

Terlepas dari itu, sebenarnya Rahasia Rasa menawarkan sentuhan sinematik yang unik. Terutama saat menampilkan footage keindahan Magelang yang terasa damai dan tenang.

Contoh lainnya adalah penggunaan transisi antar adegan yang tidak berulang, memanfaatkan blocking pemain dan editing yang maksimal.

Lebih-lebih saat film ini mulai menggali sisi konspirasinya. Terlihat bahwa Rahasia Rasa sebenarnya mempunyai dasar cerita yang kuat.

Hal itu terlihat saat Resep Mustika Rasa peninggalan Presiden Soekarno mulai disebut dan menjadi ‘pendulum’ utama dalam plot. Selain karena nama Mustika Rasa menjadi easter egg untuk nama Karakter utama film, yakni Tika (Mustika) & Ressa (Yang bernama asli Rasa), ada pula pertalian antara resep Mustika Rasa dengan pergolakan politik pada peristiwa 1965, penculikan aktivis 1998, hingga menyimpan petunjuk soal harta karun tersembunyi bangsa Indonesia.

Apalagi saat ditunjukkan juga easter egg soal keterlibatan 17 Perwira dan 8 Budayawan untuk menghimpun 1945 resep yang melambangkan tanggal 17 Agustus 1945.

Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut ditampilkan secara unik di film Rahasia Rasa dengan menyelipkan footage-footage asli saat kejadian tersebut terjadi. Mengingatkan dengan treatment yang sama yang juga dipakai Aaron Sorkin saat menggarap Trial of Chicago Seven.

Tapi lagi-lagi, yang paling lemah dari Rahasia Rasa adalah penulisan naskahnya yang agak amburadul. Besar kemungkinan, hal ini disebabkan karena terlalu banyaknya informasi dan konten yang ingin disampaikan, namun waktu yang dimiliki tidak terlampau banyak.

Kalau boleh memberikan saran, Rahasia Rasa ini lebih cocok dibuat menjadi series dengan 8 atau 10 episode agar semua sub-plot yang hendak diceritakan dapat ditampilkan dengan lebih proper.

Sebenarnya kelemahan naskah tersebut bisa disiasati jika elemen-elemen lain yang menopang film ini dapat dimaksimalkan. Sayangnya, hal tersebut tak terjadi yang akhirnya berakibat fatal pada hal-hal vital di dalam film seperti character development.

Sebagai contoh, karena lemahnya naskah itu, perkembangan sikap karakter dari Ressa sebagai tokoh utama terasa mentah dan sangat tergesa-gesa. Semuanya seolah-olah terjadi secara ajaib dengan cara-cara yang tak masuk akal. Begitu pula dengan alasan karakter Tika untuk akhirnya bisa berdamai dengan Ressa juga terasa kurang dan bahkan cenderung memaksa.

Sayang sekali, kegagalan penulisan naskah itu akhirnya menutup potensi dari betapa luar biasanya akting Jerome Kurnia yang seolah berakting menjadi perpaduan Chef Gordon Ramsay dan Chef Juna Rorimpandey serta akting Slamet Rahardjo yang menjadi big bad villain di film ini.

Overall, kembali seperti kalimat di awal review, sulit memberikan penilaian utuh pada film Rahasia Rasa. Potensinya sebenarnya besar sekali, namun sayang, harus dikhianati dengan eksekusi yang serba kurang.

Saya pribadi tetap menyarankan pembaca untuk menonton Rahasia Rasa, untuk kemudian juga dapat memberikan penilaian dan pandangan tentang film ini. Siapa tau, ternyata penilaian saya yang ternyata salah.***

Penulis: Rizal Akbar