Blora, Tuturpedia.com — Kebijakan Pemerintah Provinsi terkait pengelolaan sumur minyak rakyat kembali menuai sorotan tajam. HM Kusnanto, tokoh senior Blora yang merupakan mantan Ketua DPRD Kabupaten Blora, Ketua Koperasi Yudistira Blora, sekaligus Ketua Paguyuban Mantan Kepala Desa Yudhistira, melontarkan kritik keras terhadap Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2025.
Kusnanto mengakui bahwa tujuan awal Permen 14, yaitu melegalkan sumur-sumur ilegal agar dapat dikelola secara resmi, adalah “sebenarnya bagus.” Namun, ia menyoroti Pasal 18 yang dianggapnya sangat merugikan rakyat Blora secara luas. Selasa, (04/11/225).
Jebakan Pasal 18: Koperasi dan UMKM Terbatas
Menurut Kusnanto, Permen 14 membatasi pengelolaan sumur rakyat hanya boleh dilakukan oleh: satu BUMD, satu Koperasi, dan satu UMKM di setiap kabupaten.
“Di Blora, lapangan minyak tidak hanya satu, tapi banyak di kecamatan-kecamatan. Kalau hanya satu koperasi dan satu UMKM, ini hanya menguntungkan kelompok-kelompok saja. Rakyat yang lain tidak bisa menikmati,” tegas Kusnanto.
Sebagai Ketua Koperasi Yudistira, yang dibentuk oleh para mantan kepala desa, ia merasa terhalang.
“Kita mau bagaimana lagi kalau aturannya sudah seperti itu. Mustahil kita bisa mengelola sumur minyak yang ada di Kabupaten Blora ini,” ujarnya pesimis.
Potensi PAD Melayang dan Tanggung Jawab Lingkungan
Kusnanto menyoroti dampak kebijakan ini terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Blora. Ia menjelaskan bahwa jika pengelolaan terpusat pada BUMD, Koperasi, dan UMKM terpilih, keuntungan akan dinikmati oleh anggota kelompok tersebut, tanpa memberi kontribusi signifikan pada kas daerah.
“Kalau yang mengelola BUMD (misalnya BPE), serta Koperasi dan UMKM se-Blora menginduk, BUMD ini bisa mendapatkan PAD. Tapi kalau hanya satu koperasi dan satu UMKM, keuntungan ya dapat mereka. Masukan daerah mana? Tidak mungkin ada,” kritiknya.
Selain masalah ekonomi, ia juga menyinggung isu lingkungan dan keselamatan:
1. Kasus Ledakan Gandu: Ia mencontohkan ledakan sumur di Gandu, di mana hingga kini tidak ada pihak yang bertanggung jawab. “Apakah bos-bos atau investor yang mengebor pakai bor air itu bertanggung jawab? Tidak. Begitu ada ledakan, dia lari,” kata Kusnanto.
2. Peran LH Dipertanyakan: Ia mempertanyakan tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup (LH). “Wong kita ngebor saja kalau tidak ada izin UKL, UPL, dan Amdal itu tidak bisa. Masa sekarang ada resapan atau rembesan (limbah) dibiarkan saja?”
Tuntut Standar Keamanan dan Penutupan Pengeboran Ilegal
Kusnanto mendesak agar praktik pengeboran yang tidak sesuai standar segera dihentikan.
“Harapan saya yang seperti itu mestinya ditutup, tidak boleh lagi. Kalau dia mau ngebor ya pakai standar pengeboran yang benar, ada Plot (izin) dan sebagainya, tidak asal-asalan,” tegasnya.
Ia juga meminta ESDM dan Pertamina Randugunting ikut bertanggung jawab. Mereka harus mewajibkan pemasangan casing konduktor pada sumur rakyat yang sudah berproduksi.
“Kalau tidak ada itu, ya loss langsung seperti di Gandu itu. Siapa yang tanggung jawab? Akhirnya daerah lagi. Permen ini menurut saya tidak berpihak kepada rakyat, tapi berpihak kepada kelompok,” tutupnya.
