banner 728x250

Mahkamah Rakyat Luar Biasa Gelar Sidang untuk Adili ‘Nawadosa’ Jokowi

Sidang perdana Mahkamah Rakyat digelar di Jakarta. Foto: x.com/YLBHI
Sidang perdana Mahkamah Rakyat digelar di Jakarta. Foto: x.com/YLBHI
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Mahkamah Rakyat Luar Biasa menggelar sidang untuk mengadili sembilan dosa atau “Nawadosa” Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sidang digelar di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada Selasa (25/6/2024).

Persidangan Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini dipimpin oleh para pimpinan sidang, yakni Nur Khasanah, Sasmito, Romo Kristo, Anita Wahid, Asfinawati, Nurhayati, Ambrosius S Klagilit, Lini Zurlia, dan Nining Elitos. 

Dalam persidangan itu, Presiden Jokowi merupakan pihak tergugat. Namun, Jokowi tidak hadir dalam sidang.

Sementara, menurut pantauan Tuturpedia.com, ratusan orang terlihat hadir untuk menyaksikan jalannya persidangan. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, seperti mahasiswa, buruh, petani, akademisi, jurnalis, hingga para aktivis.

TUTURPEDIA - Mahkamah Rakyat Luar Biasa Gelar Sidang untuk Adili 'Nawadosa' Jokowi
Mahkamah Rakyat. Foto: x.com/YLBHI

Menurut laman mahkamahrakyat.id, Mahkamah Rakyat Luar Biasa dilaksanakan untuk mengadili “Nawadosa” rezim Jokowi. Ada sembilan poin “Nawadosa” yang mereka sebutkan dilakukan pemerintahan Jokowi dan dipandang telah mengganggu rasa keadilan rakyat.

TUTURPEDIA - Mahkamah Rakyat Luar Biasa Gelar Sidang untuk Adili 'Nawadosa' Jokowi
Mahkamah Rakyat Luar Biasa. Foto: x.com/YLBHI

Sembilan Nawadosa Presiden Jokowi versi Mahkamah Rakyat Luar Biasa adalah sebagai berikut:

1. Perampasan Ruang dan Penyingkiran Masyarakat

Presiden Jokowi dinilai berambisi merauk investasi, sehingga mengakibatkan maraknya perampasan ruang hidup masyarakat. Bahkan dalam banyak kasus, pemerintah menggunakan terminologi “eco” atau “green” untuk melancarkan bisnisnya. 

Kasus IKN misalnya, demi ambisi pemerintah memindahkan ibu kota negara, masyarakat adat dipaksa pindah dari wilayahnya. Bukan itu saja, masyarakat adat dihadapkan pada bencana ekologi akibat pembangunan ibu kota negara. Penggusuran paksa juga terjadi di Rempang, alih-alih melindungi masyarakat, pemerintah justru berpihak pada pebisnis untuk membangun Rempang Eco City.

2. Kekerasan, Persekusi, Kriminalisasi, dan Diskriminasi

Pemerintah dinilai lebih memihak pengusaha, ketimbang masyarakat yang membela haknya. Kriminalisasi terjadi pada masyarakat yang menolak kerusakan lingkungan di wilayahnya, seperti yang terjadi pada kasus Wadas, Rempang, hingga kriminalisasi terhadap buruh. 

Saat ini, fenomena “No Viral No Justice” seolah nyata, bagaimana aparat negara tidak memproses laporan masyarakat sebelum laporan tersebut viral. 

3. Kejahatan Kemanusiaan dan Pelanggengan Impunitas

Hukum yang tajam ke bawah di era Jokowi sering terlihat. Kejahatan kemanusiaan yang terjadi pada masyarakat di Papua dan pelanggengan impunitas. Contoh lain yakni peristiwa Kanjuruhan yang memakan ratusan korban jiwa tidak diselesaikan dengan adil.

4. Komersialisasi, Penyeragaman, Penundukan Sistem Pendidikan

Pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara justru dikomersialisasi. Uang masuk sekolah yang mahal, berbanding terbalik dengan kesejahteraan guru. Sistem pendidikan yang ada pun dibuat untuk memenuhi kepentingan kapital.

5. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan Tindakan Perlindungan Koruptor

10 tahun kepemimpinan Jokowi, dapat dilihat bagaimana KPK dilemahkan. Aksi besar-besaran #ReformasiDikorupsi menjadi bukti penggembosan KPK secara besar-besaran. 

Penindakan yang lemah bagi para koruptor, pemecatan pegawai KPK yang menolak upaya penggembosan KPK, hingga perkawinan Ketua Mahkamah Konstitusi dengan keluarga Jokowi yang menjadi bukti bobroknya sistem hukum di Indonesia.

6. Eksploitasi Sumber Daya Alam dan Program Solusi Palsu untuk Krisis Iklim

Di tengah maraknya bencana krisis iklim yang terus terlihat, pemerintah justru menjerumuskan dan makin merentankan masyarakat melalui solusi palsu. 

Eksploitasi besar-besaran terhadap SDA seperti penghancuran wilayah Indonesia bagian Timur untuk proyek hilirisasi nikel, solusi ketenagalistrikan yang masih menggunakan batu bara, hingga penggunaan biomassa yang menebang hutan secara besar-besaran.

7. Sistem Kerja yang Memiskinkan dan Menindas Pekerja

Keberadaan UU Cipta Kerja mengakibatkan buruh kehilangan banyak haknya. Selain itu sistem upah murah dan fleksibilitas tenaga kerja dilegalkan dengan dalih untuk memperbanyak investasi.

Sayangnya, hal ini berbanding terbalik dengan keselamatan pekerja. Sebagai contoh kecelakaan kerja yang banyak terjadi di perusahaan hilirisasi nikel.

8. Pembajakan Legislasi

Perkawinan pemerintah dan pengusaha dalam rezim Jokowi mengakibatkan pembajakan legislasi. Akibatnya, kekerasan terhadap masyarakat sipil pun meningkat. Keberadaan UU ITE, Omnibus Law, Bank Tanah, Perppu Ormas, UU Minerba, hingga pengesahan RKUHP justru mempersempit demokrasi di Indonesia.

9. Militerisme dan Militerisasi

Untuk mengamankan proyek-proyek investasi tersebut, pemerintah menggunakan label Proyek Strategis Nasional, sehingga mereka mengerahkan TNI untuk melindungi proyek para pengusaha.***

Penulis: Angghi Novita.

Editor: Annisaa Rahmah.