Tuturpedia.com – Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk menindaklanjuti masuknya tujuh laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi.
Juru Bicara Perkara MK, sekaligus Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih mengatakan, laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik MK berasal dari berbagai kalangan, termasuk dari tim advokasi.
“Perihal laporan yang diajukan adalah terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim, dan ada juga permintaan pengunduran diri hakim MK berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia Capres dan Cawapres,” ucap Enny di Gedung MK, Senin (23/10/2023).
“Juga melaporkan sembilan hakim konstitusi. Kemudian, permintaan segera dibentuk MKMK. Termasuk laporan terhadap hakim yang menyampaikan dissenting opinion. Ada juga laporan berkaitan dengan hakim yang mengabulkan termasuk yang memberikan concurring opinion dan ada laporan agar Ketua MK mengundurkan diri.”
Atas seluruh laporan tersebut, Majelis Hakim Konstitusi bersepakat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk membentuk MKMK.
Enny mengungkapkan ada tiga orang yang akan menjadi anggota MKMK dalam memeriksa laporan-laporan tersebut.
Mereka adalah mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, akademisi dan pakar hukum tata negara Bintan Saragih, dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Menurut Enny, Jimly mewakili unsur tokoh masyarakat, Wahidudin Adams mewakili hakim konstitusi yang masih aktif dan Bintan mewakili akademisi.
“Kami dalam Rapat Permusyawaratan Hakim telah menyepakati yang akan menjadi bagian MKMK yaitu Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams,” katanya.
Selain itu, Enny juga menegaskan akan menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK terkait laporan soal dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh sejumlah pihak.
Dia menyampaikan bahwa hakim konstitusi tidak akan melakukan intervensi terhadap MKMK.
“Kami serahkan sepenuhnya kepada MKMK, tidak akan kami intervensi. Mereka yang punya kredibilitas tinggi, masa kami intervensi di situ. Apakah betul ada persoalan terkait dengan intervensi? Apakah kemudian benar ada dugaan berbagai macam itu? Kami serahkan sepenuhnya, kami sudah sepenuhnya sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK,” tandasnya.
“Biarlah MKMK yang bekerja sehingga kami hakim konstitusi akan berkonsentrasi dengan perkara yang kami yang harus tangani sebagai dari kewenangan Mahkamah Konstitusi,” sambung Enny.
Dia menjelaskan, dirinya dan para hakim MK akan berupaya menjaga marwah dan kepercayaan publik terhadap MK.
“Jangan sampai kemudian lembaga ini menjadi tidak dipercaya untuk menjaga kewenangan yang sebentar lagi akan kami jalani bersama termasuk pemilihan umum dan pemilihan presiden,” urai Enny.
Anwar Usman Jawab Isu soal ‘Mahkamah Keluarga’
Ketua MK Anwar Usman menyampaikan bahwa dirinya tak sepakat dengan istilah MK sebagai “Mahkamah Keluarga” lantaran meloloskan aturan bagi Gibran, agar berkesempatan maju sebagai Cawapres.
Anwar mengatakan akan memegang sumpah jabatannya sebagai hakim.
“Saya memegang teguh amanah dalam Konstitusi dan dalam agama saya,” ucapnya.
Menurutnya hukum harus berdiri tegak tanpa intervensi dan tidak boleh takluk oleh siapapun. Hal inilah juga yang dipegangnya.
“Dan saya sesuai dengan irah-irah dalam putusan, ‘berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Putusan itu selain bertanggung jawab kepada masyarakat, namun juga kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa. Itulah yang saya lakukan,” ucapnya.
Selain itu, Anwar meminta agar media membaca Putusan MK Nomor 004/PUU-I/2003, 005/PUU-IV/2006, 97/PUU-XI/2013, serta 96/PUU-XVIII/2020 terkait makna konflik kepentingan.
“Yang diadili di sini adalah norma dan undang-undang bukan mengadili sebuah fakta atau kasus,” pungkasnya.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda