Tuturpedia.com – Ketegangan di Laut China Selatan antara China dan Amerika Serikat kembali terasa di awal tahun 2024 dan kemungkinan situasi ini akan terus berlanjut.
Ambisi Xi Jinping, pemimpin Tiongkok untuk mendominasi Laut China Selatan mendapat tentangan yang semakin besar.
Pihaknya berupaya untuk terus mengintensifkan upaya diplomatiknya untuk mempertahankan pengaruhnya di kawasan ini dan mencegah negara-negara Asia Tenggara untuk terlalu dekat dengan Amerika Serikat.
Laut China Selatan merupakan satu perairan yang masih diperebutkan oleh China dan daerah lainnya di Asia Tenggara.
Perairan Laut China Selatan dianggap memiliki kekayaan yang melimpah, termasuk nilai komoditas perairan yang bisa mencapai triliunan rupiah, jalur komersial sebagian besar logistik dunia, sumber daya hasil laut yang kaya, hingga cadangan minyak dan gas yang melimpah.
Lalu, apa yang membuat keadaan di Laut China Selatan ini kembali memanas di awal tahun? Dikutip Tuturpedia dari laman ISPI pada Minggu (7/1/2024), ada tiga hal yang menjadikan sengketa perairan ini menjadi memanas di awal tahun 2024 ini. Yuk, simak satu per satu!
1. Sikap Tegas Filipina Terhadap Laut China Selatan
China terus memperluas kehadirannya di perairan yang disengketakan, dengan membuat peta wilayah Laut China Selatan (LCS) yang diperbarui. Di mana terdapat sembilan garis putus-putus yang menandai perairan teritorial negara tersebut.
Klaim Tiongkok yang luas telah mendapat tentangan luas dari negara-negara pengeklaim lain, salah satunya Filipina.
Filipina mengambil sikap yang sangat tegas untuk melawan perambahan ke perairan nasionalnya, kapal-kapal dan penjaga pantai Filipina telah berhadapan dengan kapal-kapal Tiongkok dalam beberapa kesempatan.
Konfrontasi baru-baru ini menyebabkan pihak berwenang Filipina menuduh kapal Tiongkok menggunakan meriam air untuk mengusir kapal-kapal Filipina di dekat Second Thomas Shoal.
2. Pemilu Taiwan
Polemik invasi China ke Taiwan masih bergulir hingga detik ini. Hasil pemilu Taiwan yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2024 mendatang membawa implikasi besar bagi hubungan Taiwan-Tiongkok.
Partai Progresif Demokratik (DPP), yang dipimpin oleh Presiden Tsai Ing-Wen dan kandidatnya Lai Ching-te, berjanji untuk melanjutkan kebijakan Tsai terhadap Tiongkok, memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat.
Hal ini sangat berlawanan dengan Xi Jinping dan China yang sedang berperang melawan AS di Laut China Selatan.
Meski begitu, jika DPP meraih kemenangan dalam pemilu, partai tersebut mungkin akan kesulitan untuk mencapai mayoritas di parlemen. Sehingga hal ini membatasi kemampuannya untuk dengan mudah mendikte agenda politiknya.
Dinamika politik ini yang sangat menguntungkan bagi Xi Jinping dan China. Sebab, dapat menempatkan partai yang kurang selaras dengan campur tangan Tiongkok di Taiwan dalam posisi yang menantang.
3. Kerja Sama Vietnam – Amerika Serikat
Vietnam yang berada di kawasan Laut China Selatan juga menjadi alasan kenapa daerah perang tersebut kembali memanas.
Kunjungan Biden baru-baru ini ke Vietnam merupakan sedikit bagian dari serangan halus Amerika untuk memperkuat hubungan dengan mitra-mitra di Indo Pasifik. AS dan Vietnam meningkatkan hubungan mereka ke Kemitraan Strategis Komprehensif, yang merupakan kerja sama yang mendalam selama bertahun-tahun baik di bidang ekonomi maupun militer.
China yang tidak memiliki hubungan baik dengan Amerika ini pun tentu tidak menghargai upaya kerja sama tersebut. Sehingga China berupaya merencanakan kunjungan serupa untuk menegaskan kembali bahwa Tiongkok tetap menjadi mitra strategis penting Vietnam.
Beijing tetap mempertahankan posisinya sebagai mitra dagang terbesar Vietnam terutama Hanoi, yang semakin menarik perhatian para pesaing internasional.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Annisaa Rahmah
Respon (0)