Blora, Tuturpedia.com — Seorang Aktivis nasional single fighter asal Kabupaten Blora, Jawa Tengah, yang biasa disapa akrab Mat Tohek menggelar aksi unik berupa jalan kaki “miring” sambil melakukan orasi damai di sejumlah titik strategis di pusat Kota Blora, Kamis (6/11/2025).
Aksi ini menjadi bentuk penyampaian aspirasi dan kritik terhadap kinerja serta penggunaan anggaran oleh DPRD Kabupaten Blora, sekaligus menyerukan agar Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora menindaklanjuti dugaan pemborosan anggaran dalam kegiatan kunjungan kerja (kunker) para wakil rakyat.
Kegiatan dimulai sekitar pukul 08.00 WIB dari Alun-Alun Blora — Tugu Pancasila, dengan rute menuju Kejaksaan Negeri Blora dan berakhir di Kantor DPRD Kabupaten Blora.
Di setiap titik pemberhentian, Mat Tohek melakukan orasi singkat dan menyerahkan bunga damai sebagai simbol harapan agar pejabat publik dan aparat penegak hukum bekerja dengan jujur, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
“Jalan kaki miring ini simbol dari kondisi yang berjalan ke arah yang salah. DPRD seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan sibuk berkunjung tanpa hasil nyata. Kami menuntut transparansi anggaran dan evaluasi seluruh kegiatan kunker DPRD Blora,” tegas, dalam orasinya di depan Kantor DPRD Blora.
Dirinya menegaskan, aksi ini berlandaskan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, sehingga dilaksanakan secara sah, terbuka, dan damai. Ia juga memastikan sudah berkoordinasi dengan aparat keamanan demi menjaga ketertiban umum.
Selain mengkritik DPRD, aktivis yang dikenal dengan aksi simboliknya ini juga meminta Kejaksaan Negeri Blora untuk menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas legislatif.
“Kami berharap kejaksaan tidak hanya diam. Jika memang ada indikasi pemborosan atau perjalanan dinas yang tidak berdampak bagi masyarakat, harus ada tindakan tegas dan transparan,” ujarnya.
Dalam aksinya, Mat Tohek tampil dengan kostum teatrikal dan membawa sejumlah spanduk serta poster berisi kritik terhadap DPRD dan ajakan moral untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah.
Aksi berjalan damai dan mendapat perhatian masyarakat yang melintas di kawasan kota Blora. Sejumlah aparat kepolisian tampak mengawal kegiatan hingga selesai tanpa insiden.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Blora, Jatmiko, menyambut positif aspirasi yang disampaikan oleh Mat Tohek dan berterima kasih atas kepeduliannya terhadap transparansi penggunaan anggaran daerah.
“Terima kasih atas masukannya, akan kami pelajari terkait kegiatan kunker tersebut,” singkatnya.
Wakil Ketua PWI Kabupaten Blora, Abdul Muiz, menanggapi positif aksi jalan kaki miring yang dilakukan oleh seorang aktivis pejalan kaki. Ia menilai, momentum ini tepat karena bertepatan dengan masa pembahasan APBD, sehingga aspirasi masyarakat perlu disuarakan secara terbuka.
“Komponen masyarakat, apalagi di saat pembahasan APBD seperti sekarang, memang penting untuk menyuarakan aspirasinya. Dari yang saya lihat, beberapa poin tuntutan tadi terkait dengan kegiatan kunker dan penggunaan anggaran di DPRD. Mungkin momennya juga pas, karena TKD sedang mengalami penurunan dan mulai tahun depan perlu ada efisiensi anggaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, efisiensi dapat dimulai dari kegiatan yang tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat, seperti kunker yang dinilai belum memberikan manfaat nyata.
“Salah satu yang bisa diefisienkan mungkin kegiatan yang tidak langsung menyentuh masyarakat, seperti kunker. Tujuan-tujuan yang disuarakan itu cukup relevan,” katanya.
Sebagai jurnalis sekaligus aktivis, ia mengapresiasi langkah yang menyuarakan kritik secara damai dan simbolis. “Saya apresiasi, karena itu bagian dari fungsi kontrol sosial. Jurnalis dan aktivis sama-sama punya peran untuk mengkritisi kebijakan publik. Jadi tidak masalah, keduanya bisa berjalan seiring untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Sebagai catatan, Melalui aksi jalan kaki “miring” ini, Mat Tohek kembali mengingatkan bahwa pengawasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan tetap hidup bahkan meski hanya datang dari satu orang aktivis yang berani bersuara.
