Tuturpedia.com – Banjir bandang lahar yang melanda Sumatra Barat (Sumbar) pada hari Sabtu (11/5/24) berdampak pada empat kabupaten, antara lain di Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Panjang, dan Kabupaten Padang Pariaman.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan jika banjir terjadi lahar tersebut disebabkan oleh intensitas hujan yang sangat deras dan berdurasi panjang.
Sementara itu, lahar yang bercampur dengan air banjir itu berasal dari sisa erupsi Gunung Marapi beberapa waktu lalu yang masih mengendap di lereng bagian puncaknya, kemudian terbawa air hingga turut melanda tiga kabupaten/kota tersebut yang berada di sekitarnya.
Melalui laman resminya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginformasikan hingga hari Minggu (12/5/2024) pukul 21.00 WIB tercatat total korban meninggal dunia akibat bencana ini mencapai 37 orang.
Sebanyak 35 jenazah berhasil diidentifikasi dengan rincian di Kabupaten Agam 19 orang, Kabupaten Tanah Datar sembilan orang, Kabupaten Padang Panjang dua orang, dan Kabupaten Padang Pariaman tujuh orang. Dua jenazah lainnya masih dalam proses identifikasi.
Selain itu, sebanyak 14 orang masih dinyatakan hilang dari Kabupaten Tanah Datar dan tiga lainnya dari Kabupaten Agam. Upaya pencarian masih terus dilakukan.
Adapun perubahan jumlah korban banjir ini disebabkan dinamika laporan dari masyarakat. Kemudian laporan tersebut disesuaikan dengan catatan korban ditemukan dan yang masih dalam pencarian oleh Basarnas dan TNI-Polri.
BNPB dan BMKG Perkuat Sistem Peringatan Dini
Melihat dampak yang begitu besar akibat banjir bandang lahar di Sumatra Barat, BNPB bersama BMKG akan memperkuat sistem peringatan dini banjir lahar hujan dan tanah longsor atau ‘galodo’ di sekitar kawasan rawan bencana Gunung Marapi.
Pembuatan sistem peringatan dini tersebut sesuai dengan rekomendasi yang disampaikan oleh BMKG. Di mana pada rapat koordinasi tersebut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, perlu adanya sistem peringatan dini bencana banjir bandang atau galodo langsung di masyarakat.
‘Galodo’ sendiri merupakan istilah yang dikenal oleh masyarakat Minangkabau berupa aliran sungai disertai dengan sedimen (pasir, kerikil, batu dan air ) dalam satu paket/unit dengan kecepatan tinggi atau air bah.
“Segera buat sistem peringatan dini menggunakan kabel untuk mengukur tinggi muka air karena kan itu tidak mahal jadi bisa menggunakan hibah dan rehabilitasi atau dana siap pakai nanti kami akan terus mendampingi pemerintah daerah,” kata Suharyanto, selaku Kepala BNPB, Bukittinggi, Kamis (16/5/2024).***
Penulis: Anna Novita Rachim.
Editor: Annisaa Rahmah.