Blora, Tuturpedia.com — Gelombang kemarahan publik meledak di Blora, Jawa Tengah, menyusul terungkapnya tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai terlampau ringan dalam kasus pidana kelalaian yang menyebabkan tewasnya lima orang pekerja proyek.
Tuntutan kontras tersebut terkuak melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Blora. Senin (27/10/2025).
Kasus dengan Nomor Perkara 78/Pid.B/2025/PN Bla ini menyidangkan SUGIYANTO Bin Alm RASDI, Ketua Panitia Pelaksana Pembangunan Gedung RS PKU Muhammadiyah Blora, terkait tragedi jatuhnya lift crane di lokasi proyek pada awal tahun 2025 yang merenggut nyawa lima pekerja dan melukai sejumlah lainnya.
Tuntutan JPU: 2 Bulan Kurungan Dipotong Masa Tahanan
Publik terkejut saat mengetahui isi berkas tuntutan yang dibacakan JPU DARWADI pada Selasa, 14 Oktober 2025. JPU memohon kepada Majelis Hakim agar:
Menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang Menyebabkan Kematian) dan Pasal 360 ayat (1) KUHP (Kelalaian yang Menyebabkan Luka Berat).
Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa selama 2 (dua) bulan dikurangi sepenuhnya dengan masa tahanan yang telah dijalani. Dan, menetapkan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.500.
Tuntutan 2 bulan penjara ini dianggap sangat tidak proporsional dan kontras dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara yang dimiliki baik oleh Pasal 359 KUHP maupun Pasal 360 ayat (1) KUHP.
Amarah Publik: “Hukum Koyo Dagelan” dan Dugaan Intervensi
Keringanan tuntutan ini langsung menuai reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya datang dari Gus Fuad, tokoh masyarakat Blora.
“Saya menilai ini sudah terlalu ngawur, masak kelalaian sehingga mengakibatkan nyawa 5 orang melayang cuma 2 bulan, hukum kok koyok dagelan (hukum seperti lelucon),” kecam Gus Fuad.
Ia juga menyoroti aspek kemanusiaan dan menduga adanya intervensi dalam proses hukum.
“Ini bukan tentang masa kurungan saja, akan tetapi masak pengadilan tidak memikirkan keluarga yang ditinggalkan, dampaknya bagaimana? Terus perasaan keluarga korban bagaimana kalau pelaku penyebab terjadinya kecelakaan kerja cuma dihukum 2 bulan, itupun dipotong masa tahanan. Saya menduga uang yang berbicara,” tegasnya.
Tuntutan Agar Kasus Dibuka Kembali
Selain tuntutan hukuman yang lebih berat, masyarakat juga mendesak penegak hukum untuk tidak hanya fokus pada satu orang yang bertanggung jawab.
Wendi, seorang warga Blora, berharap kasus ini dibuka kembali dan menyeret pihak-pihak lain yang harus bertanggung jawab.
“Satu dari pihak rumah sakit kan ada yang ditugaskan pawas proyek, terus dari PT yang ditunjuk sebagai pemenang proyek juga harus tanggung jawab. Kepala mandor pekerja juga harus tanggung jawab. Sementara itu yang harusnya mereka tanggung jawab,” ujarnya.
Masyarakat menuntut pertanggungjawaban dari rantai komando yang lebih luas, termasuk:
1.Pimpinan dan kontraktor utama
2. Pimpinan project dan manager lokasi
Sub kontraktor
3.Arsitek dan insinyurnya
4. Pemerintah atau badan pengawas
Publik kini menanti putusan Majelis Hakim yang diharapkan dapat memberikan keadilan yang sesungguhnya bagi lima nyawa pekerja yang melayang.

















