Indeks

Konflik Pemberontakan di Kongo Sebabkan 6.9 Juta Warga Mengungsi dan Terbunuh

Ribuan anak di Kongo terpaksa bekerja mencari cobalt dengan kondisi yang tidak manusiawi. Foto: X.com/redstreamnet
Ribuan anak di Kongo terpaksa bekerja mencari cobalt dengan kondisi yang tidak manusiawi. Foto: X.com/redstreamnet

Tuturpedia.com – Meningkatnya kekerasan di Republik Demokratik Kongo sebabkan jumlah korban melonjak menjadi 6,9 juta jiwa tewas. 

Republik Demokratik Kongo mengalami lonjakan kekerasan pada menjelang akhir 2023.

Bentrokan yang melibatkan kelompok militan terkait wilayah dan sumber daya alam, pembunuhan di luar proses hukum oleh aparat keamanan, kekerasan politik, dan meningkatnya ketegangan dengan negara-negara tetangga juga berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan di Kongo.

Konflik pemberontakan ini juga viral dibahas di media sosial X, oleh sebuah akun @kokketsog yang membagikan rangkuman konflik yang terjadi di Kongo yang diklaim sebagai ‘silent genocide.’

“Ada SILENT GENOCIDE yang terjadi di Kongo, artinya masyarakat tidak menyadarinya karena tidak ada media sosial atau pemberitaan yang menyiarkannya,” tulisnya. 

Singkatnya, orang-orang di Kongo benar-benar dipekerjakan sebagai budak untuk menambang mineral yang disebut coltan.

Mineral tersebut sangat berharga karena digunakan untuk barang-barang seperti telepon, laptop, dan elektronik pada umumnya.

Diketahui Kongo adalah negara dengan produsen mineral nomor satu di dunia. Namun, negara di balik adanya tindakan ‘genosida’ ini adalah Amerika, Inggris, Prancis, dan Israel.

Negara-negara ini mendanai kelompok militer Rwanda dan Uganda, untuk pergi ke Kongo dan membunuh jutaan orang. Hal ini juga telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Selama konflik berlangsung, banyak perempuan yang menjadi korban SA dan laki-laki dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Oleh karena itu, konflik ini mengakibatkan kematian dan penjajah benar-benar mendapatkan keuntungan dari hal ini. 

6 juta orang telah terbunuh dan setengah dari mereka adalah anak-anak. Banyak juga warga Kongo yang mengungsi karena konflik terus-menerus terjadi.

Dikutip dari Reuters pada Sabtu (11/11/2023) konflik pemberontak selama bertahun-tahun dan bencana alam yang berulang telah turut memicu salah satu krisis kemanusiaan terbesar di dunia.

Sebagian besar dari mereka yang terpaksa meninggalkan rumah mereka tinggal di provinsi timur Kivu Utara, Kivu Selatan, Ituri dan Tanganyika, menurut data yang dikumpulkan oleh PBB. 

Diketahui di daerah Kivu Utara, ada sebanyak satu juta orang terpaksa mengungsi akibat konflik yang sedang berlangsung dengan kelompok pemberontak M23 yang dipimpin Tutsi.

“Selama beberapa dekade, masyarakat Kongo telah hidup melalui badai krisis. Eskalasi konflik yang terjadi baru-baru ini telah membuat lebih banyak orang terpaksa mengungsi dalam waktu yang lebih singkat, sesuatu yang jarang terjadi sebelumnya,” kata Fabien Sambussy, kepala misi IOM di Kongo.

Perang antar etnis di Kongo yang terus berlanjut

Perang etnis di Kongo, terutama di wilayah Kivu Timur, melibatkan konflik antara kelompok-kelompok etnis yang saling bersaing untuk kendali, sumber daya, dan kekuasaan. Konflik ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sejarah, politik, dan ekonomi.

Sejumlah kelompok etnis, seperti Tutsi dan Hutu, terlibat dalam konflik yang berlarut-larut. Beberapa kelompok tersebut memiliki hubungan dengan konflik Rwanda tahun 1994 yang kemudian berdampak pada konflik di Kongo.

Perang saudara di Rwanda antara Tutsi dan Hutu berimbas pada migrasi kelompok-kelompok etnis tersebut ke wilayah Kivu Timur di Kongo.

Di tengah ketegangan etnis, sumber daya alam yang melimpah, terutama tambang mineral, menjadi pemicu konflik.

Kontrol terhadap sumber daya ini menjadi tujuan bagi kelompok-kelompok bersenjata, menyebabkan ketegangan antara mereka.

Perang etnis di Kongo menciptakan situasi kemanusiaan yang sulit, termasuk pengungsian massal, kekerasan seksual, dan kebrutalan terhadap warga sipil. 

Dikutip dari laman CFR, pada 2022, ketegangan baru meningkat antara Kongo dan Rwanda. Pemberontak M23 muncul kembali setelah lima tahun tidak aktif dan menguasai sebagian besar provinsi Kivu Utara pada Juli 2023.

Upaya berulang kali untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng antara M23 dan pemerintah Kongo tidak berhasil, dan kekerasan terus terjadi secara bertahap. 

Jumlah korban terus meningkat ketika kelompok-kelompok bersenjata menyerang kamp-kamp pengungsian, warga sipil di Kongo dan luar negeri, dan kelompok-kelompok pertahanan diri.

Republik Demokratik Kongo adalah rumah bagi hampir 7 juta orang yang terpaksa mengungsi karena ancaman kekerasan dan kekejaman, kemiskinan ekstrem, dan perluasan pertambangan. 

Populasi pengungsi yang terus melonjak sangat membutuhkan dukungan keamanan, bantuan medis, dan bantuan kemanusiaan lainnya. Sekitar satu juta warga Kongo mencari perlindungan di luar perbatasan Kongo.***

Penulis: Anna Novita Rachim

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version