Tuturpedia.com – Telah terjadi konflik antara Armenia dengan Azerbaijan, sebelumnya mereka telah berperang dua kali atas Nagorno-Karabakh selama tiga dekade sejak Uni Soviet runtuh.
Pada Selasa (19/9/2023), Azerbaijan menjalankan operasi militer atau operasi anti teroris di wilayah Nagorno-Karabakh untuk memulihkan ketertiban konstitusional dan mengusir pasukan Armenia.
Dikutip Tuturpedia.com dari Reuters pada Selasa (26/9/2023), Nagorno-Karabakh merupakan wilayah pegunungan di ujung selatan pegunungan Karabakh, Azerbaijan.
Secara internasional, negara ini diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi 120.000 penduduknya adalah etnis Armenia.
Karena dari bagian penduduk tersebut memiliki pemerintahan sendiri yang dekat dengan Armenia, tetapi tidak diakui secara resmi oleh Armenia atau negara lain.
Di bawah Uni Soviet, Nagorno-Karabakh menjadi daerah otonom di Republik Azerbaijan.
Konflik Nagorno-Karabakh
Pemimpin Nagorno-Karabakh mengatakan, sebanyak 120.000 warga Armenia di kawasan itu tidak ingin menjadi bagian dari Azerbaijan karena takut akan penganiayaan dan pembersihan etnis.
Berdasarkan pernyataan dari situs pemerintah Armenia, per tanggal 25 September pukul 12.00 waktu setempat, sebanyak 4.850 pengungsi dari Nagorno-Karabakh telah memasuki wilayah Armenia.
Dalam pernyataan itu, pemerintah Armenia menyediakan akomodasi bagi semua orang yang tidak memiliki tempat tinggal.
Pada Senin, Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki yang mendukung Azerbaijan dengan persenjataan sewaktu konflik pada 2020 telah dijadwalkan bertemu dengan Presiden Azerbaijan, yaitu Ilham Aliyev di Nakhchivan.
Meski Erdogan mendukung operasi militer terbaru Azerbaijan, tetapi ia tidak bergabung maupun mengambil bagian di dalamnya.
Di sisi lain, orang-orang Armenia tidak mendapatkan jaminan hak-hak mereka karena wilayah mereka terintegrasi.
Lebih dari 200 orang tewas dan 400 lainnya luka-luka akibat operasi militer Azerbaijan.
“Sembilan puluh sembilan koma sembilan persen memilih meninggalkan tanah bersejarah kami,” ujar David Babayan, penasihat Samvel Shahramanyan, presiden Nagorno-Karabakh.
“Nasib masyarakat miskin kami akan tercatat dalam sejarah sebagai aib dan aib bagi rakyat Armenia dan seluruh peradaban dunia, mereka yang bertanggung jawab atas nasib kita suatu hari nanti harus mempertanggungjawabkan dosa-dosa mereka di hadapan Tuhan,” lanjutnya.
Atas kegagalan dalam melindungi Karabakh, Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan diminta untuk mundur.
Sementara itu, ia mengatakan dalam pidatonya, bahwa sejumlah bantuan telah datang, tetapi eksodus massal yang ada tak terhindari.
Dalam pidatonya pada Minggu lalu, Nikol Pashinyan menyalahkan Rusia karena tidak membantu cukup banyak, yang nantinya berpengaruh kepada aliansinya dengan Moskow.
“Beberapa mitra kami semakin melakukan upaya untuk mengekspos kerentanan keamanan kami, membahayakan tidak hanya keamanan dan stabilitas eksternal, tetapi juga internal kami, sementara melanggar semua norma etiket dan kebenaran dalam hubungan diplomatik dan antarnegara, termasuk kewajiban yang diemban di bawah perjanjian,” ucap Pashinyan.***
Penulis: Annisaa Rahmah
Editor: Nurul Huda