Indeks

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Jokowi Batalkan Gelar Jenderal TNI untuk Prabowo Subianto

Koalisi masyarakat tolak gelar Jenderal TNI Kehormatan Prabowo Subianto. Foto: Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden.

Tuturpedia.com – Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat untuk Prabowo Subianto, yang diberikan saat digelarnya Rapat Pimpinan TNI/Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024).

Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari kumpulan lembaga masyarakat, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Amnesty International Indonesia, IMPARSIAL, IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), Asia Justice and Rights (AJAR), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), hingga Lokataru Foundation.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, gelar jenderal bagi Prabowo tidak tepat disematkan karena merupakan bentuk pengkhianatan Reformasi 1998, serta melukai perasaan korban dan keluarga korban di masa Reformasi.

“Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu. Pemberian gelar tersebut lebih merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Presiden Joko Widodo yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu,” bunyi pernyataan resmi dari Koalisi Masyarakat Sipil.

5 Poin Desakan dari Koalisi Masyarakat Sipil

Berikut ini lima poin desakan dari Koalisi Masyarakat Sipil:

1. Presiden untuk membatalkan rencana pemberian pangkat kehormatan terhadap Prabowo Subianto yang diduga terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998;

2. Komnas HAM RI mengusut dengan serius kasus kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil serta memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998;

3. Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat dalam hal ini kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998;

4. Pemerintah dalam hal ini Presiden beserta jajarannya menjalankan rekomendasi DPR RI tahun 2009 yakni untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc, mencari 13 orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia;

5. TNI-POLRI untuk menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam aktivitas politik.

Koalisi Masyarakat Sipil juga mengingatkan, berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan, termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998.

“Berdasarkan surat keputusan itu Prabowo Subianto kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan. Pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat oleh TNI sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI,” lanjut keterangan tersebut.

Kelompok lembaga ini juga menyesalkan sikap Jokowi yang dinilai ingkar dengan janji Nawacitanya untuk menuntaskan berbagai kasus Pelanggaran berat HAM di Indonesia sejak kampanye Pemilu di tahun 2014 lalu. 

Terlebih, pada 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo telah memberikan pidato pengakuan dan penyesalan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat salah satunya kasus penculikan dan penghilangan paksa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sejak tahun 2006. 

“Dengan demikian, hal ini haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata dari pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku alih-alih melindungi mereka dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini,” jelasnya.***

Penulis: Angghi Novita

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version