Indeks

Kilas Balik Sejarah G30S PKI, Tujuan, dan Pahlawan yang Gugur

Inilah sejarah, tujuan, dan pahlawan yang gugur di peristiwa G30S PKI. Foto: Unsplash.comJr Korpa
Inilah sejarah, tujuan, dan pahlawan yang gugur di peristiwa G30S PKI. Foto: Unsplash.comJr Korpa

Tuturpedia.com – Peristiwa G30S PKI atau Gerakan 30 September menjadi salah satu sejarah yang tak terlupakan di Indonesia.

Terjadi pada 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Menjelang 30 September, mari kita kilas balik terkait sejarah G30S PKI di bawah ini.

Sejarah G30S PKI

Pemimpin PKI, bernama Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit. Peristiwa G30S PKI terjadi waktu malam 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965 di Indonesia.

Dalam gerakan ini mengakibatkan pembunuhan enam perwira tinggi militer Indonesia dan sejumlah orang lainnya demi mencoba kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota PKI.

Dilansir Tuturpedia.com dari situs resmi Fakultas Hukum UMSU (29/9/2023), G30S PKI lebih tepatnya terjadi saat masa pemerintahan Presiden Soekarno yang sedang menerapkan sistem demokrasi terpimpin.

Kala itu PKI merupakan partai stalinisme terbesar di luar Tiongkok dan Uni Soviet yang memiliki banyak anggota.

PKI juga mengontrol gerakan serikat buruh dan gerakan petani di Indonesia. Ada lebih dari 20 juta anggota yang tersebar di seluruh daerah untuk mendukung PKI.

Pada Juli 1959, Soekarno membubarkan parlemen dan ia menetapkan konstitusi di bawah dekret presiden dengan dukungan PKI.

Kemudian Soekarno memperkuat angkatan bersenjata dengan cara mengangkat para jenderal militer ke posisi penting.

Hal itu disambut baik oleh PKI, dan percaya bahwa mereka mempunyai kekuasaan untuk berkonsepsi dalam aliansi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom).

Di sisi lain, kolaborasi antara PKI dan kaum borjuis (kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas) dalam menekan gerakan independen kaum buruh dan petani tidak berhasil mengatasi masalah politik dan ekonomi yang mendesak.

Terjadi masalah ekonomi seperti penurunan pendapatan ekspor, inflasi tinggi, korupsi birokrat dan militer, dan penurunan cadangan devisa.

Banyak organisasi massa yang dibentuk Soekarno, dikuasai oleh PKI untuk memperkuat dukungan bagi rezim demokrasi terpimpin.

PKI pun memulai gagasan pembentukan ‘Angkatan Kelima’ yang terdiri dari pendukung bersenjata mereka atas persetujuan Presiden Soekarno. Namun, para petinggi militer menentang hal ini.

Sejak 1963, PKI berusaha menjauhi bentrokan antara aktivis massa mereka dengan polisi dan militer. Sebab mereka berusaha menjaga kepentingan bersama.

DN Aidit mengusung slogan ‘Untuk Ketenteraman Umum Bantu Polisi’. Hingga bulan Agustus 1964, DN Aidit mengajak semua anggota partainya untuk tetap menjaga hubungan baik dengan angkatan bersenjata.

Menuju awal tahun 1965, terjadilah gerakan petani yang merampas tanah dari para tuan tanah besar.

Bentrokan itu melibatkan polisi, petani, dan pemilik tanah. Untuk mencegah pertentangan, PKI mengatakan kepada pendukungnya untuk tidak menggunakan kekerasan terhadap pemilik tanah.

Kemudian para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat.

PKI pun memasuki pemerintahan secara resmi, di waktu yang sama, para jenderal militer juga menjadi anggota kabinet.

Mereka saling bersebelahan dengan menteri-menteri PKI di dalam kabinet Soekarno dengan mendorong citra bahwa angkatan bersenjata adalah bagian dari revolusi demokratis rakyat.

Dilansir Tuturpedia.com dari laman Gramedia, dapat dikatakan bahwa gerakan ini hendak menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno. Serta menginginkan pemerintahan Indonesia menjadi komunis.

Awal mula G30S PKI hanya bertujuan untuk menculik dan membawa paksa para jenderal dan juga perwira ke Lubang Buaya, Jakarta Timur. Akan tetapi, terdapat beberapa prajurit Cakrabirawa yang memutuskan untuk membunuh perwira tinggi dan juga jenderal yang mereka bawa ke Lubang Buaya.

Tujuan G30S PKI

1. Mengambil Alih Kekuasaan

Tujuan utama G30S PKI adalah mengambil alih kekuasaan pemerintahan di Indonesia. Yang terduga terhubung dengan PKI, berusaha melakukan kudeta untuk mengubah tata kelola politik negara sesuai pandangan ideologi mereka.

2. Mendukung Agenda Komunis

PKI menganut pandangan sosialis dan komunis. Sehingga tujuannya adalah menggantikan politik nasional ke arah yang sama dengan pandangan PKI, meliputi redistribusi kekayaan, pembaruan agraria, dan penghapusan kapitalisme.

3. Menghapus Faksi-Faksi Tertentu

Menghapus faksi-faksi tertentu di dalam politik dan militer yang dianggap tidak satu arah dengan tujuan PKI. Di mana pembunuhan terhadap perwira tinggi militer dapat diartikan sebagai cara untuk mengurangi ketahanan perubahan politik yang direncanakan.

4. Menghapus Pengaruh Militer

Melalui gerakan ini, mereka bertujuan untuk melemahkan pengaruh militer dalam politik Indonesia. Di mana keterlibatan perwira tinggi militer menjadi upaya untuk menggantikan struktur kekuasaan dengan kekuatan ideologi komunis.

5. Menciptakan Perubahan Sosial

Visi PKI yaitu perubahan sosial yang lebih luas, termasuk perubahan dalam distribusi kekayaan dan menghapus ketidaksetaraan dengan tujuan mendorong perubahan sosial melalui kekuasaan dan implementasi kebijakan komunis.

Pahlawan yang Gugur pada G30S PKI

  • Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, yang meninggal dunia di rumahnya.
  • Brigadir Polisi Ketua Karel Sadsuitubun, yang meninggal dunia di rumahnya.
  • Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono.
  • Mayor Jenderal Raden Soeprapto.
  • Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan.
  • Mayor Jenderal Siswondo Parman.
  • Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
  • Kolonel Katamso Darmokusumo.
  • Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto.
  • Ade Irma Suryani Nasution, yaitu putri dari Jenderal Abdul Haris Nasution.
  • Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean, yang meninggal di rumah Jenderal Abdul Haris Nasution.

Akibat peristiwa G30S PKI, masyarakat menuntut Presiden Soekarno untuk membubarkan PKI.

Yang akhirnya Soekarno meminta Jenderal Soeharto untuk melarang PKI. Hingga kini, pada 30 September menjadi peringatan sebagai pemberontakan G30S PKI.***

Penulis: Annisaa Rahmah

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version