Tuturpedia.com – Wakil Ketua Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, meninjau regulasi label yang diterapkan oleh Singapura terhadap minuman manis tahun ini.
Singapura telah menerapkan kebijakan yang melarang iklan minuman yang mengandung kadar gula tinggi. Cara tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah Singapura yang berusaha menanggulangi angka penderita diabetes di negara tersebut yang semakin melonjak.
Dilansir dari Channel New Asia, Selasa (30/1/24) ada lebih dari 400.000 orang di Singapura menderita diabetes, dan jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 1 juta pada 2050.
Kebijakan baru di Singapura tersebut akhirnya diterapkan dengan mencantumkan label Nutri-Grade yang menilai kandungan gula dalam suatu minuman.
Awalnya pelabelan minuman ini diterapkan hanya untuk dispenser minuman otomatis saja. Namun, mulai 30 Desember 2023, persyaratan ini akan diperluas ke minuman segar yang dimaksudkan untuk dijual di lokasi tertentu di Singapura.
Dikutip dari laman HPB, terdapat 4 grade yang tersedia pada label tersebut. Grade A adalah minuman yang mengandung 0% gula, grade B mengandung 4% gula, grade C mengandung 8% gula, hingga grade D yang memiliki sebanyak 12% kandungan gula.
Nantinya, iklan minuman Nutri-Grade dengan nilai D akan dilarang di semua platform media (misalnya siaran, media cetak, di luar rumah, di lapangan, online). Namun, masih bisa diperjualbelikan di supermarket atau toko serba ada.
Akankah Indonesia Meniru Kebijakan Nutri-Grade Ini?
Pada acara Sosialisasi Urgensi Pengenaan Cukai pada MBDK di Jakarta, Senin (29/1/24) kemarin, Wamenkes RI, Dante Saksono Harbuwono menilai jika kebijakan tersebut juga diterapkan di Indonesia, masyarakat akan terbantu untuk menentukan makanan terbaik untuk dibeli dan dikonsumsi.
Dante mengungkapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI berupaya melakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh Singapura.
“Nanti kami akan membuat seperti itu juga. Ada makanan yang A, mana makanan yang B, mana makanan yang C, mana yang D, itu ditentukan dengan berapa kadar garam, kadar gula, berapa kadar lemak, yang ada di dalam kemasan,” kata Wamenkes.
Saat ini pihak Kementerian Kesehatan tengah berupaya untuk melakukan pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko penyakit tidak menular, yang salah satunya disebabkan oleh MBDK.
Sebab, menurut data Kemenkes RI, sebanyak 28,7 persen masyarakat Indonesia saat ini masih memiliki pola konsumsi gula garam dan lemak yang melebihi batas.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Nurul Huda
Respon (0)