Indeks

Kemendag Siapkan Pajak 200% untuk Barang Impor China: Upaya Proteksi Pasar Domestik dari Dampak Perang Dagang AS-China

Kemendag siapkan aturan penerapan pajak tinggi untuk barang impor dari China. Foto; Instagram @zul.hasan.

Tuturpedia.com – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) sedang mempersiapkan penerapan pajak tinggi untuk barang-barang yang diimpor dari China sebagai upaya mengatasi lonjakan impor dari negara tersebut. 

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, menyatakan bahwa besaran pajak bisa mencapai hingga 200%.

Langkah ini diambil sebagai tanggapan terhadap dampak dari perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). 

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menjelaskan bahwa perang dagang tersebut menyebabkan kelebihan kapasitas dan pasokan di China, yang mengakibatkan banjirnya produk-produk seperti pakaian, baja, dan tekstil ke Indonesia karena ditolak pasar negara-negara Barat.

Zulhas menyatakan bahwa peraturan menteri perdagangan (permendag) baru segera rampung. 

Begitu selesai, akan diberlakukan tarif impor sebagai bentuk proteksi terhadap produk-produk yang membanjiri pasar domestik. 

Besaran tarif ini berkisar antara 100% hingga 200% dari harga barang. Hal ini dilakukan agar industri kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia dapat bertumbuh dan berkembang tanpa terganggu oleh produk impor yang murah.

“Saya katakan kepada teman-teman jangan takut, jangan ragu Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap pakaian sampai dengan 200 persen kita juga bisa. Ini agar UMKM industri kita bisa tumbuh dan berkembang,” ujar Zulhas.

Perang dagang antara China dan AS yang dimulai pada 2022 telah memberikan dampak signifikan pada ekonomi Indonesia, sehingga Kemendag segera merespons untuk melindungi industri dalam negeri, termasuk UMKM. 

Pada 2023, diterbitkan Permendag 37 yang memperketat arus barang impor dengan mewajibkan pemeriksaan terlebih dahulu, mengubah kebijakan post border yang sebelumnya memperbolehkan barang langsung masuk ke pasar.

Permendag 37 juga mengatur mengenai pekerja migran Indonesia (PMI) yang diizinkan membawa barang tanpa pajak senilai maksimal 500 dolar untuk 56 jenis produk. 

Selain itu, diatur bahwa semua barang konsumen seperti pakaian, elektronik, alas kaki, dan kosmetik harus memenuhi pertimbangan teknis sebelum diimpor.

Namun, implementasi Permendag 37 mengalami kendala karena banyaknya barang milik PMI yang tertahan di bandara akibat pemeriksaan bea cukai yang ketat. 

Hal ini mengakibatkan ribuan kontainer barang tidak bisa bergerak dari pelabuhan, sehingga menimbulkan protes dari PMI. 

Sebagai respons, Permendag 37 diubah menjadi Permendag Nomor 7 yang lebih fleksibel, mengembalikan batas bebas pajak sebesar 500 dolar tanpa batasan jenis barang.

“Barang tak bisa jalan ratusan sampai ribuan kontainer. Ngamuk PMI, bea cukai tidak siap mendetailkan produk yang segitu banyak. Akhirnya diubah menjadi Permendag Nomor 7, dengan PMI dikembalikan lagi 500 dolar terserah nanti kayak apa barangnya,” ujarnya pula.

Namun, penerapan Permendag Nomor 7 juga menemui hambatan, dengan penumpukan 20 ribu kontainer barang di berbagai pelabuhan. 

Akhirnya, permendag tersebut diubah lagi menjadi Permendag Nomor 8, yang berhasil mengosongkan kontainer dalam satu bulan. 

Meski demikian, industri tekstil dan lainnya mengeluhkan kebijakan ini dan meminta pengembalian aturan dalam Permendag 37.

Maka dari itu, pemerintah menyadari kebutuhan akan peraturan baru yang efektif untuk melindungi pasar domestik dari banjirnya barang impor dari China, sekaligus memastikan kelancaran arus barang bagi pekerja migran.***

Penulis: Muhamad Rifki

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version