Tuturpedia.com – Kontroversi vonis bebas yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terus bergulir dan mengundang tanggapan dari banyak pihak.
Dikutip Tuturpedia.com, Jumat (26/7/2024), tanggapan juga datang dari Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Dr. Harli Siregar, yang menyatakan bahwa hakim dalam perkara ini tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya.
“Menyikapi putusan bebas yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Surabaya terhadap seorang, kami melihat hakim dalam perkara ini tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya atau dalil-dalil yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum tidak dipertimbangkan sepenuhnya oleh majelis,” ujar Harli.
Lebih lanjut, Harli menyampaikan bahwa sesuai dengan KUHAP, jaksa penuntut umum dapat melayangkan kasasi dalam kurun waktu 14 hari usai putusan.
“Nah sehingga kami melihat bahwa perlu dilakukan upaya hukum yang diatur oleh KUHAP dalam rangka menyikapi terkait dengan putusan pengadilan ini. Dan berdasarkan KUHAP dalam pasal 245 diatur bahwa jaksa penuntut umum diberikan waktu 14 hari sejak putusan untuk menyatakan kasasi,” lanjut Hari.
Sementara itu, ia juga mengatakan menunggu salinan putusan dari pengadilan untuk melakukan kajian dan membaca serta meneliti pertimbangan dalam putusan yang diberikan hakim hingga membebaskan terdakwa.
“Pada kesempatan ini, kami sedang menunggu salinan putusan dari pengadilan untuk melakukan kajian dan untuk membaca, meneliti, mencermati pertimbangan-pertimbangan yang ada dalam putusan itu sehingga hakim mengambil putusan membebaskan terdakwa,” jelasnya.
Harli juga menilai jika majelis hakim dalam putusan tersebut tidak melihat keseluruhan peristiwa secara menyeluruh berdasarkan fakta-fakta persidangan yang terungkap.
Adapun beberapa fakta dan pertimbangan yang disampaikan oleh Ketua Hakim Majelis Erintuah Damanik, meliputi tak adanya saksi dalam kejadian serta kematian korban didasari oleh pengaruh alkohol.
“Matinya atau meninggalnya korban itu lebih didasarkan pada pengaruh alkohol. Nah kami melihat bahwa hakim tidak melihat ini secara holistik peristiwa ini, tetapi hakim justru melihat sepotong-sepotong,” tuturnya.
Harli menjelaskan hakim harus mempertimbangkan fakta mengenai adanya korban yang meninggal, hubungan antara korban dan pelaku yang saat itu tengah bersama ketika kejadian.
Tak hanya itu, hakim juga perlu mempertimbangkan soal korban dan pelaku yang terlibat cekcok serta bukti CCTV yang menggambarkan bahwa korban memiliki bekas terlindas.
Belum lagi hasil visum et repertum yang menunjukkan bahwa ada sejumlah luka di tubuh korban. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya majelis hakim memandang fakta tersebut secara holistik sebagai pembuktian yang utuh.
“Nah seharusnya ini yang harus dipertimbangkan oleh majelis hakim secara holistik memandang ini sebagai satu pembuktian yang utuh,” pungkasnya.***
Penulis: Niawati.
Editor: Annisaa Rahmah.
