Tuturpedia.com – Elior Tesla Pictures bekerjasama dengan BRG AMG BSM Entertainment, Filmforce, Webtvasia, Im-A-Gine, dan Lumine Studio meluncurkan film bertajuk “Samar” pada 13 Maret 2025.
Film yang disutradarai oleh Renaldo Samsara ini sebelumnya sudah tayang di beberapa special screening di beberapa festival film di luar negeri seperti; Sessions Official Selection di Lift-off Global Network, Celecio oficial di Cinema Internacional de Merda Sueca (CIM Sueca), Official Selection Kuala Lumpur International film Academy Award 2025.
Film berdurasi 98 menit ini dibintangi oleh Imelda Therinne, Aurora Ribero, Revaldo Fifaldy, Kevin Julio, Runny Rudiyanti, Farid Ongky, Mario Maulana, Xena Xazi, Jessica Katharina, dan Marthius N.
Sinopsis Film Samar
Usai suaminya (Renaldo Fifaldy) meninggalkannya untuk perempuan lain, Ilmira Nirmala (Imelda Therinne), seorang komikus horor harus kembali menempati rumah kayu peninggalan keluarganya yang lama terbengkalai.
Ia yang mengalami krisis finansial tengah ada dalam beban dan tanggungjawab untuk menyelesaikan karya terbarunya demi mencukupi kehidupan sehari-harinya.
Selama mengerjakan komik, ia ditemani seorang gadis bernama Elsa (Aurora Ribero), serta beberapa ‘sosok misterius’ dari kisah horor buatannya yang tiba-tiba bangkit dan menghambatnya dalam menyelesaikan komik.
Ditengah kalut dan teror yang ia alami, ia juga dihantui oleh kesulitan diri dan trauma masa lalunya. Belum lagi saat ia makin didera dengan kehadiran sosok ‘wanita berkerudung’ yang terus-menerus membangkitkan ketakutan masa kecilnya.
Dengan usaha mati-matian, Ilmira berupaya agar ia bisa menyelesaikan semua masalahnya dan berusaha menyelesaikan komiknya yang ia klaim sebagai karya horor terakhirnya.
Review Film Samar (SPOILER)
Ditengah gempuran film-film horor klise dengan ciri khas cerita soal santet, ritual, pesugihan, dan klenik, film Samar menjadi pembeda yang menawarkan quality over quantity.
Film Samar berhasil membangunkan gairah tontonan yang tengah lesu akan kebosanan berbulan-bulan pada film yang itu-itu saja. Lebih-lebih pada bulan Maret 2025 yang seolah menjadi ‘Tempat Pembuangan Akhir’ bagi film-film horor yang sulit mendapatkan tanggal tayang.
Film Samar menampilkan elemen drama horor misteri dengan bumbu thriller psikologis yang sangat lekat, dibungkus dengan dialog yang terkesan stylish dan terasa fresh.
Film ini terbagi menjadi 5 Bab yang terdiri dari; Rumah, Spiral, Salman & Elsa, Ilmira Nirmala, serta Mimpi Buruk. Bagi penonton casual, kemungkinan besar akan kesulitan dalam memahami bagaimana film ini bekerja. Sebab film ini dibungkus dengan editing yang didesain melompat-lompat dengan cerita yang non linear ala film Inland Empire karya David Lynch.
Elemen horor yang coba ditampilkan di film ini sebenarnya cukup memberikan aroma baru yang terasa segar. Sebagai contoh adalah keterlibatan mainan dan beberapa karakter hantu yang mengingatkan dengan film The Monkey karya Osgood Perkins yang sekarang juga tengah tayang, serta film Ju-On karya Takashi Shimizu.
Pada bagian awal, terasa sekali film ini berusaha menebar banyak clue dan memberi perintah pada penonton untuk mengumpulkan puzzle secara mandiri. Hal ini sebenarnya baik jika kemasannya dibuat lebih rapih lagi. Sayangnya, Renaldo Samsara tak cukup mampu mengelola berbagai tanda yang ia coba sebar. Hasilnya, di Bab satu, dua, dan tiga deliverynya agak terasa repetitif dan cenderung buruk.
Lebih-lebih elemen gelap dan depresifnya sangat mendominasi nyaris secara total. Bahkan agak terasa trying to hard untuk menghidupkan vibes sebagaimana yang sering ditawarkan Junji Ito di karya-karyanya. Hal inilah yang berpotensi mengundang kantuk dan seolah seperti sedang ‘mengusir’ penonton agar tak melanjutkan untuk menonton film ini.
Namun, secara pribadi saya tetap menyarankan kepada penonton untuk menahan diri agar tak buru-buru keluar. Sebab di bab empat dan bab lima, film ini menawarkan experience menonton yang luar biasa.
Alih-alih memberikan eksekusi puncak yang penuh dengan teror dan jumpscare yang mengetuk gendang telinga, film Samar ditreatment dengan lebih membumi. Renaldo Samsara berhasil membangkitkan suasana kebatinan Ilmira Nirmala selaku tokoh utama yang punya kemampuan indigo saat ia harus bersosialisasi.
Hal inilah yang kemudian membuat Samar menjadi film yang terasa variatif. Memperlihatkan betapa sulitnya Ilmira Nirmala saat harus melihat mahkluk-makhluk aneh saat ia beraktivitas. Mulai dari saat berkunjung ke restoran dan melihat hantu yang menjadi penglaris, hingga saat ia kesulitan menjual rumahnya kepada pembeli.
Situasi positif ini makin terasa komplit saat di bab lima film dihadirkan twist yang cukup mengejutkan. Ada kepuasan tersendiri saat twist tersebut mulai terbuka, sebab pertanyaan-pertanyaan besar yang terbersit di pikiran penonton di bab awal film, sedikit demi sedikit akan mulai terjawab.
Walaupun lagi-lagi, yang menjadi catatan adalah cara Renaldo melakukan spilling di masing-masing twist tak bisa menutupi keraguanny pada penentuan presentasi yang pas dan cocok sehingga dapat mengikat penonton untuk menaruh rasa suka pada film ini.
Namun untungnya, kekurangan-kekurangan itu berhasil ditutupi dengan berbagai treatment yang membuat film ini tetap terasa enjoyable.
Sebagai contoh, adalah adanya elemen kritik sosial soal keinginan dan kebutuhan yang digambarkan dengan karakter Irmala Nirmala yang sebenarnya tertekan saat membuat komik horor.
Namun ia mau tak mau tetap harus mengerjakannya karena hanya komik horornyalah yang laku di pasaran.
Hal ini seolah menjadi satire yang cocok untuk melakukan sindiran halus pada industri film di Indonesia yang beberapa medio terakhir didominasi oleh film-film horor yang klise dan repetitif.
Sekaligus memberikan tamparan pada penonton casual agar mau memahami dan memberikan kesempatan bagi hadirnya genre lain yang lebih variatif di industri film lokal.
Selain itu, ada pula penguatan poin dasar yang coba disampaikan oleh film Samar, yakni seputar seni sebagai media katarsis.
Seni menjadi subtitusi dan media yang tepat serta berguna bagi seniman untuk menuangkan trauma dan menghasilkan karya.
Hal inilah yang patut diapresiasi dan layak dihadiahi dua jempol.
Yang lebih menarik lagi adalah, film Samar secara baik mampu melekatkan soundtrack dari hasil produksi sendiri yang terasa sangat bagus dan pas untuk menghidupkan suasana.
Terlihat jelas bahwa Elwin Hendrijanto dan Hara Josua yang didapuk untuk mengatur soundtrack film ini berhasil menampilkan usaha terbaiknya.
Lebih lanjut, sebenarnya ada kritik yang cukup vital untuk Film Samar, utamanya dalam hal promosi yang masih terasa kurang.
Hal ini juga ditambah dengan posternya yang kurang berhasil menyihir penonton untuk datang membeli tiket.
Lebih-lebih, beberapa netizen mempertanyakan orisinalitas poster film ini yang cenderung mirip dengan hasil AI Generated.
Selain itu, pemilihan judul yang kurang konsisten juga menjadi catatan tersendiri.
Menurut beberapa sumber dan artikel yang saya dapat, sebelum berjudul Samar, film ini sempat memiliki judul Project Golgota dan bahkan juga sempat berganti judul menjadi Nightmare di situs resmi IMDB.
Overall, film Samar tetap layak ditonton dan seharusnya lebih bisa menyasar banyak audience. Sayang rasanya, jika film yang cukup baik dan fresh ini tak cukup mampu menghadirkan banyak penonton.
Padahal ada keyakinan yang kuat bahwa film ini seharusnya dapat membuka banyak ruang diskusi seputar horor, industri film, dan seni secara umum.
Penulis: Rizal Akbar