banner 728x250
News  

Jubir PCO Mohon Maaf Usai Sebut Istilah Rakyat Jelata Terkait Polemik Gus Miftah

Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Adita Irawati klarifikasi usai menyebut soal rakyat jelata. Foto: x.com/perkeretaapian
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Adita Irawati klarifikasi usai menyebut soal rakyat jelata. Foto: x.com/perkeretaapian
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Pernyataan dari Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Adita Irawati, terkait penggunaan istilah rakyat jelata dalam merespons polemik dengan Gus Miftah, menjadi sorotan publik. 

Frasa tersebut memicu kegeraman warganet di media sosial maupun ruang publik, hingga akhirnya Adita merasa perlu menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.

Melalui akun Instagram resmi Kantor Komunikasi Kepresidenan RI @pco.ri pada Kamis (5/12/2024), Adita memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang kontroversial. 

Dalam unggahan tersebut, ia menyampaikan permohonan maaf atas penggunaan diksi yang dinilai kurang tepat.

“Pada kesempatan ini, saya ingin menjelaskan terkait pernyataan saya yang sedang ramai jadi perbincangan publik. Saya memahami, diksi yang saya gunakan dianggap kurang tepat. Untuk itu, secara pribadi, saya memohon maaf atas kejadian ini yang sebabkan kontroversi terhadap masyarakat,” tutur Adita dalam Instagram resmi Kantor Komunikasi Kepresidenan, Kamis (5/12/2024).

Adita menjelaskan bahwa penyebutan istilah rakyat jelata terjadi tanpa disengaja saat ia memberikan wawancara kepada salah satu media. 

Ia mengacu pada pengertian yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), di mana istilah tersebut memiliki arti yang sama dengan rakyat biasa.

“Saya gunakan diksi tersebut sesuai dengan arti dan makna yang tercantum di dalam KBBI yang artinya adalah rakyat biasa,” ungkapnya.

Adita juga menegaskan bahwa tidak ada maksud merendahkan atau melemahkan pihak mana pun di balik penggunaan istilah tersebut. Ia berkomitmen untuk lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata di masa mendatang.

“Khususnya diksi saat kami laksanakan tugas untuk komunikasikan kebijakan strategis dan program prioritas. Sekali lagi saya mohon maaf,” tambahnya.

Meski permintaan maaf telah disampaikan, perdebatan terkait kepekaan pejabat publik dalam berkomunikasi tetap berlangsung. 

Sebagian masyarakat menganggap perlunya peningkatan pelatihan komunikasi bagi juru bicara dan pejabat tinggi agar kejadian serupa tidak terulang. 

Beberapa tokoh bahkan mendorong adanya langkah konkret untuk memperkuat kemampuan komunikasi di lingkungan pemerintahan.***

Penulis: Muhamad Rifki

Editor: Annisaa Rahmah