Tuturpedia.com – Tuai pro dan kontra, akhirnya pihak Istana menanggapi pernyataan Jokowi yang menyebutkan jika presiden boleh kampanye.
Dikutip Tuturpedia.com dari berbagai sumber, Jumat (26/1/2024), Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana ikut buka suara mengenai pernyataan Jokowi soal presiden boleh kampanye dan memihak pada pemilu yang menuai kontroversi.
Menurut Ari Dwipayana, pernyataan Presiden Jokowi banyak disalahartikan oleh berbagai pihak.
“Pernyataan Bapak Presiden di Halim, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).
Lebih lanjut, Ari mengatakan jika pernyataan tersebut bukanlah hal yang baru. Ari juga menjelaskan jika pernyataan yang dilontarkan oleh Jokowi merupakan tanggapan mengenai aturan dalam berdemokrasi bagi para Menteri maupun Presiden.
“Pernyataan bapak presiden telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses. Apa yang disampaikan presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU pemilu,” ujar Ari.
Dia pun menjelaskan bahwa pernyataan yang disampaikan tersebut sudah termaktub dalam undang-undang.
“Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU,” jelasnya.
Selain pihak istana, Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari juga ikut menanggapi pernyataan presiden itu. Ia mengatakan jika apa yang disampaikan oleh Jokowi sudah ada di Undang-Undang, tetapi ia menambahkan jika segala bentuk pengawasan kampanye diserahkan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Loh kalau menyatakan ini ketentuan di undang-undang kan memang ada. Masalah menyampaikan ketentuan di undang-undang. Kalau untuk bias apa enggak, silakan cek pasal yang di undang-undang seperti apa,” ujar Hasyim Asy’ari.
Sementara itu, pernyataan berbeda disampaikan oleh peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin. Ia menilai jika pernyataan presiden kontroversial dan tidak sesuai dengan hukum dan berdampak buruk pada Pemilu 2024.
Menurutnya jika seorang penyelenggara negara berkampanye tanpa mengindahkan aturan perundangan maka berpotensi terancam pasal pidana.
“Kampanye itu masih ada dalam bingkai jabatan aktif dan dia tidak cuti, itu bisa kena ketentuan pidana. Karena itu melanggar netralitas pejabat negara gitu, netralitas pejabat publik. Itu berkaitan. Jadi sayangnya, kalau misalnya makna fasilitas negara, anggaran negara itu cuman dimaknai saat ada alokasi anggaran gitu, ya. Nah saat pejabat negara yang digaji oleh uang rakyat, uang negara, itu juga adalah bagian dari tanggung jawab dia untuk menjamin netralitas,” papar Usep Hasan Sadikin.***
Penulis: Niawati
Editor: Nurul Huda
