Tuturpedia.com – Jepang merupakan negara yang terkenal dengan penduduknya yang pekerja keras hingga muncul istilah terkenal di tengah masyarakatnya, yaitu “Karoshi” atau diartikan bekerja sampai mati.
Budaya gila kerja di Jepang sering dikaitkan dengan pemulihan nasional dan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa setelah Perang Dunia II.
Namun, hal ini kerap kali membuat Pemerintah Jepang gelisah karena fenomena tersebut juga diikuti dengan kurangnya tenaga kerja. Selain itu, tercatat setidaknya ada 54 kematian akibat kelebihan beban kerja setiap tahunnya, termasuk yang disebabkan oleh serangan jantung.
Dikutip dari laman Asahi, Rabu (4/9/2024), untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah setempat membujuk lebih banyak orang dan perusahaan untuk mengadopsi kerja empat hari. Ajakan ini pertama kali dilakukan Jepang pada tahun 2021, setelah anggota parlemen menyetujui gagasan tersebut sebagai bagian dari kampanye reformasi gaya kerja.
Namun, konsep tersebut lambat diterima Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan. Sekitar 8 persen perusahaan di Jepang mengizinkan karyawannya mengambil cuti tiga hari atau lebih per minggu, sementara 7 persen memberikan karyawan mereka satu hari libur yang diwajibkan secara hukum.
Dilansir dari FirstPost, untuk mendorong lebih banyak perusahaan mengikuti ajakan ini, terutama usaha kecil dan menengah (UKM) guna menerapkan jam kerja yang lebih pendek, pihak berwenang telah meluncurkan inisiatif yang mencakup konsultasi gratis, hibah, dan kisah sukses.
Sejauh ini hanya tiga perusahaan yang telah mengajukan diri untuk meminta saran tentang cara membuat perubahan jam kerja, regulasi yang relevan, dan subsidi yang tersedia. Salah satu contoh nyata adalah Panasonic Holdings Corp, di mana dari 63.000 karyawan yang memenuhi syarat untuk jadwal empat hari di perusahaan elektronik dan perusahaan grupnya di Jepang, hanya 150 karyawan yang memilih untuk mengambilnya.
Pihak Panasonic mengatakan bahwa sedikitnya karyawan yang mengambil kesempatan ini dikarenakan banyak pegawai yang telah terbiasa berkorban demi perusahaan seseorang yang sangat kuat.
Biasanya mengambil liburan pada waktu yang sama sepanjang tahun dengan rekan kerja mereka, seperti liburan musim panas dan tahun baru. Sehingga mereka tidak perlu khawatir tentang anggapan lalai atau tidak peduli atas pekerjaan yang dibebankan oleh rekan kerjanya jika.
Selain itu, pekerja Jepang juga menganggap jam kerja yang panjang adalah norma. Meskipun 85 persen pengusaha melaporkan memberi pekerja mereka dua hari libur seminggu dan ada pembatasan hukum mengenai jam lembur, yang dinegosiasikan dengan serikat pekerja dan dirinci dalam kontrak.
Beberapa pejabat menganggap perubahan pola pikir tersebut penting untuk mempertahankan tenaga kerja yang layak di tengah menurunnya angka kelahiran di Jepang.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Annisaa Rahmah