Tuturpedia.com – Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menjawab isu normalisasi ormas Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) jika terpilih dalam Pemilihan Presiden 2024.
Pertanyaan ini sempat dilontarkan anggota DPR RI fraksi Partai NasDem Muhammad Farhan.
“Apakah Pak Anies akan melakukan normalisasi kepada HTI dan FPI?” tanya Farhan kepada Anies, dalam diskusi bertajuk Ngajabarkeun Abah Anies di Bandung, Minggu (28/1/2024).
Seperti yang diketahui, FPI dan HTI merupakan dua ormas yang telah dibubarkan pemerintah. Pembubaran HTI terjadi pada 19 Juli 2017. Sedangkan, FPI dibubarkan pemerintah pada 30 Desember 2020.
Menjawab isu tentang normalisasi FPI dan HTI, Anies mengatakan akan menghormati keputusan pemerintah yang telah membubarkan dua ormas tersebut.
“Apa yang menjadi keputusan pemerintah itu kami hormati. Setuju atau tidak setuju keputusan itu sudah dibuat. Ke depan apabila ada organisasi yang dinilai keliru, maka pemerintah harus menunjukkan letak di mana salahnya,” tutur Anies.
Meski demikian, Anies mengatakan yang perlu diperhatikan adalah proses pembubaran sebuah organisasi, yang seharusnya melibatkan institusi hukum seperti pengadilan.
“Tapi, kalau saya jadi presiden, saya tidak akan membubarkan. Saya akan bawa ke pengadilan, minta pengadilan yang membubarkan, tapi bila terbukti melanggar hukum,” kata Anies.
Sebab, apabila pemerintahan negara dijalankan hanya sesuai selera, maka tidak ada sistem hukum yang tercipta dengan baik.
“Kami menghormati institusi pengadilan, sudah kejadian ya sudah, ke depan kita hormati pengadilan. Di situlah negara demokrasi, karena kalau tidak nanti negara dijalankan pakai selera,” sambungnya.
Negara yang dijalankan hanya berdasarkan selera pemimpinnya, menurut Anies akan melibas organisasi yang tidak sesuai dengan selera sang pemimpin.
“Kalau pakai selera, ketika ada organisasi yang kita tidak setuju, kita tepuk tangan. Tapi, nanti suatu saat bisa berbalik, negara akan membubarkan organisasi yang kita berada di dalamnya,” ucap Mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
“Di saat itu kita tidak bisa berbuat apa-apa, toh kita telah membiarkan negara membubarkan (organisasi) tanpa mengikuti kaidah-kaidah hukum dari sebuah negara hukum,” terangnya.
Oleh sebab itu, bersama koalisi Perubahan, Anies mengatakan akan berusaha menjadikan Indonesia menjadi negara hukum, bukan negara kekuasaan yang berjalan hanya sesuai kehendak pemimpinnya.
“Kami sampaikan, yang kami usahakan adalah menjaga negara republik ini jangan sampai menjadi negara kekuasaan, tapi harus menjadi negara hukum!” tegas Anies.
Setiap Warga Negara Punya Hak Berserikat
Sebagai negara hukum, menurut Anies, Indonesia harus membebaskan warganya membentuk serikat atau organisasi masyarakat (ormas).
“Setiap warga negara memiliki hak untuk berserikat, berkumpul, melakukan kegiatan apa pun juga. Negara tidak bisa mengatur pikiran orang, negara tidak bisa mengatur perasaan orang, yang negara bisa atur adalah perbuatan,” jelasnya.
“Bila mengambil tindakan yang melawan hukum, maka hukum akan mengambil tindakan untuk didisiplinkan. Jadi, kita harus menghormati pikiran. Kadang-kadang kita ingin menyamakan pikiran, kalau berbeda pikiran kita memaksa harus sama pikiran dia dengan saya, itu tidak boleh,” lanjut Anies.
Namun, Anies menekankan, apabila ormas tersebut terbukti melakukan pelanggaran hukum, maka biarkan hukum mendisiplinkan ormas tersebut.
“Jadi, apabila ada organisasi yang melakukan tindakan melanggar hukum, maka hukum akan berlaku bagi organisasi itu, apa pun organisasinya dan kemudian dibuktikan di pengadilan,” pungkas Anies.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Annisaa Rahmah
Respon (0)