Yogyakarta, Tuturpedia.com — Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) kembali menegaskan posisinya sebagai pusat sinema Asia lewat program JAFF Future Project 2025, yang diumumkan resmi oleh JAFF Market Powered by Amar Bank. Tahun ini, sepuluh proyek film fiksi dan dokumenter dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik berhasil lolos kurasi ketat untuk mendapatkan dukungan dan eksposur internasional.
Diselenggarakan pada 29 November hingga 1 Desember 2025 di Jogja Expo Center (JEC), JAFF Market menjadi wadah penting bagi sineas, produser, dan pelaku industri film untuk bertemu dan berkolaborasi. Ajang ini merupakan bagian dari perayaan 20 tahun JAFF, yang sejak awal berdiri menjadi katalis bagi karya-karya independen di Asia.
“Melalui JAFF Future Project, kami ingin menciptakan ruang pertemuan yang nyata antara ide dan peluang industri,” ujar Linda Gozali, Market Director JAFF Market. “Kami mencari pembuat film yang mampu memantik kolaborasi dan mendorong proyeknya menuju realisasi.”
Deretan Proyek Terpilih yang Mewakili Suara Baru Sinema Asia
Sepuluh proyek yang masuk daftar terpilih menampilkan keragaman narasi dan kedalaman sosial. Beberapa di antaranya adalah “Ghost Island” karya sutradara Korea Park Kiyong yang menandai kembalinya ia ke dunia penyutradaraan, “My Mother” karya Eddie Cahyono dari Indonesia, serta “Under the Banyan Moon” garapan Aaron Wilson dari Australia.
Proyek-proyek tersebut menonjolkan tema lintas budaya dengan kekuatan artistik yang khas. “Kami ingin memastikan bahwa proyek-proyek terpilih tidak hanya kuat secara artistik, tetapi juga punya potensi untuk tumbuh melalui kerja sama internasional,” tambah Lorna Tee, JAFF Market Advisor & mylab Curator.
Perpanjangan Kemitraan Strategis dengan Adelaide Film Festival
Tahun ini, JAFF Future Project juga memperpanjang kemitraan dengan Adelaide Film Festival (AFF) dan mylab untuk memperluas akses bagi sineas Asia dan Australia dalam memperoleh pendampingan profesional.
“Dalam kemitraan tahun kedua ini, kami membuka ruang pertukaran yang lebih bermakna antar pembuat film,” kata Mat Kesting, Chief Executive and Creative Director Adelaide Film Festival.
Dukungan Industri dan Penghargaan Bergengsi
Para peserta berkesempatan meraih dukungan produksi dari berbagai mitra seperti Visinema, The United Team of Art (TUTA Films), Kongchak, White Light, dan Prodigihouse Ecosystem. Dukungan tersebut meliputi fasilitas pascaproduksi, pengembangan proyek, hingga akses ke jaringan profesional di Asia Pasifik.
Kurasi dilakukan oleh Ernest Prakasa, Fauzan Fizni, dan Tia Hasibuan. Mereka menilai kekuatan narasi, visi artistik, dan kesiapan produksi dari setiap proyek. Hasilnya, terpilihlah deretan karya yang mewakili semangat baru sinema Asia — dari drama keluarga hingga dokumenter bernuansa sosial.
Dengan kolaborasi lintas negara yang terus diperkuat, Yogyakarta semakin menegaskan diri sebagai jantung sinema independen Asia, tempat di mana ide, budaya, dan industri berpadu membentuk masa depan sinema regional.
