Tuturpedia.com – Isu politik dinasti di keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali bergulir pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan seseorang di bawah usia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden dengan syarat berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Publik kemudian menyorot sosok Gibran Rakabuming Raka, yang masuk bursa calon wakil presiden (Cawapres) versi Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam Pilpres 2024.
Gibran disebut akan mendampingi Prabowo Subianto, yang lebih dulu maju sebagai calon presiden (Capres).
Putusan MK terkait batas usia Capres dan Cawapres telah membuka peluang Gibran maju Pilpres 2024.
Namun, hal ini belum final lantaran Prabowo dan koalisinya belum memutuskan secara resmi mengenai sosok yang bakal menjadi Cawapres-nya.
Sejumlah pihak mengkritik putusan MK tersebut lantaran berpotensi melanggengkan politik dinasti sang presiden.
Jokowi disebut telah memuluskan jalan anak-anak hingga menantunya untuk menjabat posisi strategis di politik dan pemerintahan.
Diketahui anak sulung Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka saat ini menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.
Anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Menantu Jokowi, Bobby Nasution merupakan Wali Kota Medan, dan sang ipar Anwar Usman merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja mengesahkan putusan soal batas usia Capres-Cawapres.
Saat ini gambaran tentang dinasti politik itu semakin terang. Gibran boleh melaju dengan Prabowo tanpa dijegal hukum soal batas usia Cawapres.
Namun, putusan MK tersebut juga menuai kontra dari para ahli hukum, salah satunya dari Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Secara terbuka Yusril mengatakan bahwa putusan MK merupakan produk cacat hukum serius.
“Boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius. Putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian,” ujarnya Selasa (17/10/2023).
Yusril menilai putusan tersebut bukanlah putusan bulat. Sebab, dalam putusan, ada 3 hakim menyetujui, 2 hakim concurring opinion, dan 4 dissenting opinion.
“Tapi kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring, itu bukan concurring, itu dissenting, kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan, yang concurring jadi dissenting sehingga putusannya jadi 5:4,” terangnya.
Tanggapan Presiden Jokowi
Menanggapi putusan MK yang dapat memuluskan jalan Gibran dalam Pilpres, Jokowi mengatakan silakan publik mempertanyakan pada MK.
Jokowi bergeming, dirinya tak ingin mencampuri kewenangan yudikatif dari lembaga tinggi negara itu.
“Mengenai putusan MK, silakan ditanyakan ke Mahkamah Konstitusi. Jangan saya yang berkomentar. Silakan juga pakar hukum yang menilainya. Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK, nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif,” ujarnya Senin (16/10/2023).
Jokowi juga enggan menjawab isu Gibran yang bakal menjadi Cawapres Prabowo. Menurut dia, penetapan bakal Capres dan Cawapres adalah kewenangan dari partai politik yang mengusungnya.
“Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi, silakan tanyakan saja ke partai politik, itu wilayah parpol. Dan saya tegaskan, saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres,” pungkas Jokowi.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda