Tuturpedia.com – Militer Israel mengatakan pada Selasa (7/5/24) bahwa mereka telah merebut “kontrol operasional” pos perbatasan sisi Gaza.
Penutupan jalur penting dan penempatan tank di pusat Rafah dipandang sebagai aksi protes Israel serang Rafah di bagian selatan meskipun pembicaraan gencatan senjata sedang berlangsung.
Militan Israel serang Rafah dengan memasuki penyeberangan Rafah pada Selasa pagi dan menutup rute penting bagi bantuan yang memasuki Gaza dan warga sipil yang dapat melarikan diri dari pertempuran ke Mesir.
Pihak Israel mengklaim jika penyebrangan tersebut telah digunakan oleh Palestina untuk tujuan teroris dan serangan mortir yang dilakukan Ham*s pada Minggu (5/5/24).
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) juga diketahui telah melakukan serangan di Kota afah dan memerintahkan warga sipil untuk mengungsi ke tempat lain.
Diketahui, setelah serangan tersebut terjadi IDF telah menewaskan sebanyak 20 anggota Ham*s dan menghancurkan tiga terowongan bawah tanah yang digunakan oleh gerakan pejuang Palestina tersebut.
Kecaman atas Serangan Israel di Rafah
Atas adanya serangan tersebut, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menegaskan bahwa Israel serang Rafah di Jalur Gaza bagian selatan tak akan dapat diterima.
“Hari ini, saya memohon dengan amat sangat kepada pemerintah Israel dan pimpinan Hamas untuk berupaya sekeras mungkin demi mewujudkan kesepakatan yang sangat penting. Hal tersebut adalah kesempatan yang tak boleh disia-siakan, dan serangan darat ke Rafah tidak akan dapat ditoleransi karena dampak kemanusiaannya sangat besar dan dapat menyebabkan kawasan semakin tidak stabil,” ungkap Antonio.
Bukan hanya mengecam serangan yang terjadi, PBB juga mengecam adanya perintah Israel terkait evakuasi warga sipil dari Rafah.
Menurut PBB, hal ini malah akan memperparah keadaan di Rafah. Akan ada semakin banyak kematian, penderitaan, dan peningkatan kehancuran dalam situasi yang sudah mengerikan.
“Ini tidak manusiawi. Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar undang-undang kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional, yang menjadikan perlindungan efektif terhadap warga sipil sebagai perhatian utama mereka.” kata Volker Turk, selaku Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Nurul Huda