banner 728x250

Inilah Mati Yang Paling Hidup, Sebuah Review Untuk Film Perayaan Mati Rasa

poster perayaan mati rasa
poster perayaan mati rasa
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Film baru bertajuk “Perayaan Mati Rasa” besutan sutradara muda, Umay Shahab telah hadir secara resmi di bioskop mulai hari ini (29/1/2025).

Sebelumnya, film produksi Sinemaku Pictures ini sudah diputar di beberapa special screening di berbagai daerah. Tuturpedia.com termasuk beruntung karena berkesempatan untuk menonton film ini jauh lebih awal.

Untuk diketahui, Perayaan Mati Rasa (2025) merupakan film ketiga Umay Shahab setelah sebelumnya sukses menggarap film Kukira Kau Rumah (2022) dan Ketika Berhenti di Sini (2023).

Di film Perayaan Mati Rasa Umay menggaet beberapa kolega yang sudah akrab dengannya di berbagai project film seperti Iqbaal Ramadhan, Devano Danendra, Dul Jaelani, Randy Danistha, dan Priscilla Jamail.

Selain itu, Umay juga menggandeng Dwi Sasono dan Unique Priscilla untuk turut berperan di film. Ada pula Prilly Latuconsina yang kali ini aktif di belakang layar sebagai Eksekutif Produser.

TUTURPEDIA - Inilah Mati Yang Paling Hidup, Sebuah Review Untuk Film Perayaan Mati Rasa
Cast Perayaan Mati Rasa

Sinopsis Perayaan Mati Rasa (SPOILER)

Film Perayaan Mati Rasa menawarkan cerita drama keluarga tentang kehilangan dan bentuk refleksi kehidupan keluarga Antono.

Ian Antono (Iqbaal Ramadhan) adalah seorang musisi muda yang tengah ada dalam Quarter Life Crisis, ia dilanda beragam kegagalan dan dipaksa menghadapi lika-liku kehidupan yang konyol dan mengurus emosi.

Ian merintis karirnya dengan membentuk sebuah band bernama Midnight Serenade yang ia gawangi bersama Ray Alvero (Devano Danendra), Dika Ardana (Randy Danistha), dan Saka Wijaya (Dul Jaelani).

Band Ian yang ‘indie’ itu masih harus terseok-seok berjuang mengikuti berbagai audisi dari panggung ke panggung supaya bisa menembus label.

Di lain sisi adik Ian, Uta Antono (Umay Shahab) adalah seorang podcaster yang namanya masyhur di media sosial, ia bahkan kerap mendapatkan penghargaan berkat konten podcastnya.

TUTURPEDIA - Inilah Mati Yang Paling Hidup, Sebuah Review Untuk Film Perayaan Mati Rasa

Namun, sebenarnya Uta juga sedang mengalami tekanan yang cukup besar untuk menyelesaikan tanggungjawab akademiknya yang terbengkalai.

Dalam kondisinya itu, Ian merasa ia mendapat pressure yang besar karena merasa mimpinya masih belum tercapai ditambah ia dibebani ekspektasi keluarganya yang begitu tinggi.

Ian kerap dibanding-bandingkan dengan Uta yang ia anggap di’anak emas’kan oleh orang tua mereka, yakni Satya Antono (Dwi Sasono) dan Dini Antono (Unique Priscilla). Beruntungnya, Ian kerap mendapat bantuan dan saran dari sahabatnya, Dinda Juwita (Priscilla Jamail).

Ian dan Uta baru bisa cukup akrab saat kondisi rumit mendadak hadir di keluarga mereka. Ian dan Uta mendapat kabar bahwa kapal yang dinahkodai ayah mereka mengalami hilang kontak. Hal ini mengharuskan keduanya menyembunyikan kabar duka itu dari ibu mereka yang baru saja sadar dari koma setelah mengalami serangan jantung.

Review dan Pembahasan

Dari detik awal film ini langsung memberi kick dengan kalimat yang dinarasikan oleh Iqbaal Ramadhan, narasi ini akan beberapa kali muncul karena menjadi semacam pembagi bab dari film ini.

Lebih lanjut, saat mulai masuk ke dalam plot cerita, penonton akan dimanjakan dengan visual dan sinematografi yang diarahkan dengan sangat apik.

Sinematografi apik ini menambah pondasi kekuatan bagi akting pemeran-pemerannya. Iqbal dan Umay secara beriringan berhasil menampilkan performa terbaiknya dengan akting yang solid.

Keduanya berhasil membawa penonton masuk ke dalam utopia psikologis tentang duka yang dalam, lebih dari itu penonton juga diajak merefleksikan arti dari kehilangan itu sendiri.

Yang juga patut mendapat acungan jempol adalah penggunaan musik dan skoring yang memperkuat dinamika karakter-karakternya.

TUTURPEDIA - Inilah Mati Yang Paling Hidup, Sebuah Review Untuk Film Perayaan Mati Rasa

Shoutout untuk Midnight Serenade yang lagunya mengiringi Perayaan Mati Rasa dengan pas dan sangat membumi. Sebenarnya besar sekali harapan kepada Midnight Serenade, akan sangat sayang jika Midnight Serenade hanya finish untuk mengiringi film ini, karena mau diakui atau tidak lagu-lagunya memang easy listening.

Jika bicara soal kekurangan, Perayaan Mati Rasa memiliki beberapa catatan penting, terutama soal beberapa cast yang kurang dimaksimalkan. Beberapa malah justru memberi kesan dipakai hanya untuk memperpanjang durasi.

Untungnya, kekurangan tersebut tidak terlalu signifikan, karena tertutup dengan pengemasan yang cukup rapih.

Kehadiran cameo yang mencuri perhatian juga menjadi salah satu daya tarik kuat di film Perayaan Mati Rasa, lebih-lebih cameo yang dipakai untuk menyelipkan unsur komedi, sangat pas dan tidak terkesan mematahkan ekspektasi.

Yang patut menjadi perhatian juga adalah soal pemilihan ending dan penyelesaian masalah. Di pertengahan film, ada rasa kekhawatiran kalau film ini tidak diakhiri dengan bombastis, sebab seolah di film ini ditaburkan banyak sekali ‘mesiu’ yang sudah siap untuk meledak, tetapi jika di akhir daya ledaknya tidak besar maka dikhawatirkan ekspektasi penonton akan langsung drop.

Tapi di sinilah cerdasnya Umay, alih-alih menyelesaikan masalah dengan meledak-ledak, ia lebih memilih ‘daya ledak’ yang ringan, tapi justru punya muatan emosional yang jauh lebih kuat dan akan sangat related ke penonton.

Di akhir, tentunya yang menjadi favorit adalah cara yang dilakukan film ini dengan melakukan adu kekuatan antar perspektif yang kontras.

Sebagai contoh adalah Atmosfer suram dengan palet warna yang pudar dan gelap di rumah keluarga Antono yang sangat kontras dengan betapa gemerlap dan warna-warninya panggung tempat Ian tampil bersama Midnight Serenade.

Kontras yang menggambarkan bahwa dalam kepala Ian, rumahnya bukan menjadi tempat yang nyaman baginya tapi justru panggung dan bandnya lah yang bisa memberikan padanya kenyamanan.

Ada pula kontrasnya peran dan kehadiran label yang pada awalnya dianggap Ian sebagai ‘juru selamat’. Namun alih-alih mendapatkan keselamatan, Ian justru dimanfaatkan oleh label yang menjual kisah sedih kematian ayahnya untuk mendongkrak popularitas bandnya.

Lebih lanjut, ada scene yang sebenarnya sangat emosional yakni saat Ian dan Uta bekerjasama menutupi kabar kematian ayah mereka dari ibunya.

Ian dan Uta memanfaatkan AI voice changer yang biasa dipakai Uta untuk memproduksi konten sebagai media untuk berbohong pada ibu mereka.

Ian mengganti suaranya dengan suara ayahnya menggunakan AI, sedangkan Uta membantu memegang ponsel ibu mereka yang belum menyadari bahwa suara suaminya adalah tipuan kecerdasan buatan.

Scene ini jika kita pahami, sebenarnya sangat kelam. Ada kesedihan di sana, ada kebohongan di sana, ada pula manipulasi yang menyesakkan. Tapi yang mengejutkan, respon penonton justru tertawa, beberapa diantaranya bahkan bertepuk tangan. Hal yang entah kenapa ironis tapi juga sangat cerdas.

Scene itu sangatlah monumental, sehingga memberikan gambaran bahwa inilah sebenar-benarnya perayaan mati rasa, inilah ‘mati’ yang paling ‘hidup’.

Review Oleh: Rizal Akbar
Sumber Gambar: Film Perayaan Mati Rasa