Tuturpedia.com – Baru-baru ini, Budi Arie Setiadi selaku Menteri Komunikasi dan Informatika menolak keras perilisan aplikasi Temu di Indonesia karena khawatir dapat mengganggu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
“Tidak, Temu tidak bisa masuk karena merugikan perekonomian, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia. Kami tidak akan memberi kesempatan,” kata Budi, Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Pihak berwenang Indonesia telah waspada terhadap masuknya Temu ke ekonomi terbesar di Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir. Selain karena akan meredupkan pasar UMKM, pihak Kementerian Perdagangan mengatakan bahwa sistem perdagangan yang ada di aplikasi tersebut sangat bertentangan dengan peraturan perdagangan di Indonesia.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (4/10/2024), Kementerian Koperasi dan UKM sebelumnya mengatakan Temu telah tiga kali mencoba mendaftar untuk beroperasi di Indonesia. Pendaftaran pertama terjadi pada bulan September 2022, pihak mereka telah berupaya mendaftarkan hak merek ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Namun, pendaftaran izin tersebut ditolak karena sudah ada bisnis yang menggunakan nama tersebut.
Apa Itu Aplikasi Temu?
Diluncurkan pada tahun 2022 oleh Pinduoduo, atau PDD Holdings, Temu langsung memberi kesan di pasar e-commerce internasional.
Aplikasi ini telah mengumpulkan lebih dari 123 juta unduhan di Amerika Serikat hingga tahun 2023, dengan sahamnya melampaui Amazon dan bahkan menggeser Alibaba di Tiongkok. Temu saat ini beroperasi di lebih dari 58 negara di seluruh dunia.
Di Asia Tenggara, Temu telah merambah pasar seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina dan telah meraih popularitas yang luas di berbagai kelompok usia, dari baby boomer hingga gen Z, berkat harganya yang sangat murah dibandingkan dengan marketplace lainnya.
Daya tarik platform e-commerce ini makin meningkat karena adanya diskon yang signifikan dan pengiriman gratis bagi pelanggan yang bersedia menunggu hingga 22 hari untuk proses pengiriman.
Sementara itu, mayoritas produk yang dijual di Temu bersumber dari Tiongkok, seperti dari Kota Guangzhou dan Yiwu.
Sistem C2M di Temu jadi Kelebihan sekaligus Kelemahan
Dilansir dari laman Temu, salah satu kelebihan dari aplikasi ini adalah penggunaan sistem C2M (Customer-to-Manufacturer) yang menjadi alasan di balik murahnya harga-harga produk.
Meski menjadi kekuatan tersendiri, C2M juga dapat menjadi kelemahan ketika sistem ini bertentangan dengan peraturan perdagangan, seperti di Indonesia.
Sistem C2M (Customer-to-Manufacturer) adalah model bisnis ketika konsumen berinteraksi langsung dengan produsen untuk mendapatkan produk dengan harga lebih murah dan sesuai keinginan mereka, tanpa perlu melalui perantara seperti pengecer atau distributor.
Sistem ini memungkinkan produsen menyesuaikan produksi sesuai permintaan konsumen secara real-time, memotong biaya distribusi, dan menawarkan harga yang lebih kompetitif.
Sehingga dengan sistem perdagangan ini, UMKM di Indonesia mendapatkan beberapa ancaman, seperti tidak mampunya bersaing dalam hal harga, kapasitas produksi yang mungkin tertandingi dengan produsen dalam sistem C2M, dan UMKM kecil yang belum bisa mengadopsi teknologi modern seperti yang digunakan dalam C2M.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Annisaa Rahmah