Tuturpedia.com – Australia dan Indonesia telah mencapai pakta keamanan (Perjanjian Kerja Sama Pertahanan atau DCA) yang akan mengarah pada lebih banyak latihan, kunjungan militer, kerja sama maritim yang lebih besar di Laut Cina Selatan yang disengketakan, hingga pembahasan mengenai isu Papua Barat dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya.
Kesepakatan tersebut secara resmi akan ditandatangani dalam beberapa hari setelah Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles mengunjungi Jakarta.
Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto mengatakan kepada wartawan yang hadir di Gedung Parlemen Australia di Canberra menggambarkan kesepakatan itu mendapatkan hasil yang sangat baik dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kedua negara di masa depan.
Ia juga menyatakan keinginannya untuk menjalin kerja sama yang lebih besar dengan Australia dalam isu-isu di luar pertahanan, termasuk perekonomian, ketahanan pangan, pertanian, dan pemberantasan perdagangan narkoba internasional.
“Kami ingin melihat lebih banyak partisipasi Australia dalam perekonomian kami. Saya bertekad untuk melanjutkan hubungan bertetangga yang baik ini. Australia memainkan peran yang sangat penting bagi kami,” jelas Prabowo.
Di kesempatan yang sama, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menuturkan perjanjian bersejarah itu akan meningkatkan kerja sama pertahanan kedua negara yang makin kuat dengan memperdalam dialog, memperkuat interoperabilitas, dan meningkatkan pengaturan praktis.
“Tidak ada hubungan yang lebih penting daripada hubungan antara kedua negara besar kita,” ujar Albanese.
Sejak awal tahun 2024, Australia dan Indonesia diketahui memang sedang melakukan negosiasi yang serius untuk mengganti perjanjian kerja sama pertahanan yang ada dengan perjanjian yang ditingkatkan dan mengikat berdasarkan hukum internasional.
Rincian perjanjian pertahanan, yang sedang dikerjakan sejak Februari 2023 belum diumumkan. Diketahui kerja sama ini dilakukan untuk memperkuat hubungan yang lebih erat antara kedua negara seiring persiapan Prabowo Subianto untuk menjabat sebagai Presiden Indonesia berikutnya pada bulan Oktober 2024 mendatang.
Namun, dikutip dari laman Al Jazeera, Selasa (20/8/2024), di tengah persetujuan kerja sama ini, Daniela Gavshon, Direktur Human Rights Watch Australia meminta Albanese untuk menekan Prabowo tentang catatan hak asasi manusia yang buruk di Indonesia, termasuk kebebasan beragama.
“Para pemimpin Australia tidak boleh membiarkan rekam jejak buruk dalam bidang hak asasi manusia yang dimiliki oleh Prabowo menghalangi mereka untuk secara tegas mengemukakan permasalahan hak asasi manusia yang ada saat ini,” kata Daniela.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Annisaa Rahmah