Tuturpedia.com—Belasan siswi SMP 1 Sukodadi Lamongan digunduli oleh gurunya karena tidak mengenakan dalaman jilbab atau ciput.
Dirangkum dari berbagai sumber pada Kamis (31/8/2023), 19 siswi di SMP 1 Sukodadi Lamongan mendapat hukuman berupa digunduli dari guru bahasa Inggris sekaligus Pembina Pramuka berinisial EN. Kejadian ini berlangsung pada Rabu (23/8/2023) pada jam pulang sekolah.
Hukuman ini diberlakukan oleh EN karena para siswi tersebut tidak mengenakan ciput. Mereka dibuka paksa jilbabnya dan dicukur bagian depan rambutnya menggunakan alat cukur elektrik. Padahal tidak ada aturan wajib mengenai pemakaian ciput ini.
“Enggak ada (aturan) seperti itu, untuk ketertiban saja,” kata Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Sukodadi, Lamongan.
Para wali murid pun tidak terima atas hukuman yang menimpa putri mereka, sehingga mereka menuntut pemecatan dan penindakan hukum terhadap EN. Namun, pihak sekolah mengupayakan mediasi antara wali murid dan pelaku pada Kamis (24/8/2023). Kasus ini pun berakhir damai, dan EN telah meminta maaf serta mengakui kesalahannya tersebut.
Netizen dan Aktivis HAM: Ini Bentuk Diskriminasi dan Pelanggaran Hukum
Kejadian ini mengundang banyak kecaman dari netizen dan para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka berpendapat bahwa tindakan ini termasuk pelanggaran hukum dan diskriminasi terhadap siswa di sekolah.
“Dunia pendidikan itu bukan tempat pembinaan mental prajurit militer, tapi tempat di mana siswa diajarkan & diorbit menjadi manusia cerdas dalam bidang IPTEK dan IMTAQ dengan pola cinta & kasih sayang,” komentar pemilik akun Twitter @082217010849Dir.
“Oknum guru dan oknum kepala sekolah harus dinonaktifkan karena oknum guru langsung mencukur rambut siswi tanpa ada koordinasi dengan orang tua siswi, sedangkan oknum kepala sekolahnya justru mendukung tindakan oknum guru tersebut. Ini sekolah negeri,” komentar pemilik akun Twitter @sareng_charles.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, pelaku penggundulan para siswi ini harus diproses secara hukum. Ia juga menuntut pencabutan aturan diskriminatif dinas pendidikan setempat, termasuk kewajiban pengenaan jilbab.
“Pemerintah juga perlu segera mengeluarkan aturan anti-bullying. Penting pendidikan menjadi ruang yang ramah dalam menghargai keberagaman,” tuturnya.
Secara hukum, hal ini telah melanggar Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Apa yang dilakukan oleh guru tersebut merupakan bentuk diskriminasi dan intoleransi terhadap atribut keagamaan siswa, sebagaimana yang ditulis pada pasal 11. Sehingga jika menurut pada Permendikbudristek ini, pelaku harus ditindak dengan proses hukum yang berlaku.***
Penulis: Ainusshoffa Rahmatiah
Editor: Nurul Huda















