Tuturpedia.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tengah mendalami kasus pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal ini merujuk pada penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres nomor urut 2 yang usianya tidak memenuhi syarat, yaitu 40 tahun tanpa syarat alternatif.
Petrus Hariyanto dan juga aktivis Pro Demokrasi lainnya, yaitu Tendry Masenggi, dan Azwar Furgudyama, memberi kuasa kepada Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) 2.0, yang diketuai Patra M. Zen untuk mengadukan KPU RI ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Selama penanganan kasus tersebut, ponsel dari 3 Orang anggota DKPP diretas oleh orang tak bertanggung jawab. Hal ini disadari oleh ketiga anggota DKPP pada Selasa (9/1) dini hari.
Atas terjadinya hal ini, berbagai spekulasi mencuat ke ranah publik. Termasuk yang dikatakan oleh Eks Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD), Petrus Hariyanto.
Menurutnya, cara peretasan ini masuk tindakan intimidasi yang sudah santer digunakan di masa Orde Baru (Orba) untuk membungkam suara rakyat.
Ia juga mengungkapkan jika hal ini terjadi dikarenakan adanya tindakan sistematis yang akan berakibat pada putusan DKPP terhadap kasus tersebut yang hal itu dapat merugikan pihak KPU.
“Kami menduga peretasan mereka ada kaitannya dengan kasus aduan kami yang sedang diproses DKPP,” ungkap Petrus, Kamis (11/1/2024).
Petrus juga mengungkapkan jika intimidasi yang didapatkan DKPP selama menangani kasus ini kemungkinan agar KPU RI tidak mendapatkan sanksi.
Di sisi lain, jika KPU mendapatkan sanksi maka akan mempengaruhi proses penetapan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tak mendapat legitimasi moral dan etik.
Ia juga meminta agar DKPP dapat melakukan pemecatan terhadap komisioner KPU atas pelanggaran tersebut.
Sementara itu, pada sidang kedua yang digelar Senin (8/1) kemarin DKPP telah menemukan bukti baru.
Sidang yang turut menghadirkan komisioner dan ketua KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Kementerian hukum dan HAM (Kemenkumham) tersebut mengungkap jika Bawaslu tidak menerima berkas verifikasi Prabowo Gibran.
Sebagai pembelaan, Bawaslu mengatakan jika pihaknya tidak bisa mengakses Sistem Informasi Pencalonan atau Silon selama proses verifikasi berlangsung.
Hal ini disebabkan Bawaslu masih menggunakan UU Pemilu dan peraturan KPU No 19/2023 sebagai dasar hukum penerimaan pendaftaran capres dan cawapres.
Sementara itu, saksi dari Kemenkumham bungkam atas revisi peraturan KPU yang disahkan 3 November 2023 bisa berlaku surut. Menurut TPDI 2.0, seharusnya peraturan itu baru bisa digunakan di pilpres 2029 mendatang.
Sidang ketiga akan dilakukan pada Senin (15/1) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan pihak terkait, pengaduan dari pengadu, hingga jawaban teradu.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Nurul Huda
Respon (0)