banner 728x250

Hari Buruh: Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto Singgung PMI Ilegal hingga TPPO yang Masih Sengkarut

TUTURPEDIA - Hari Buruh: Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto Singgung PMI Ilegal hingga TPPO yang Masih Sengkarut
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto. Foto; Tuturpedia/Lilik Yuliantoro.
banner 120x600
banner 468x60

Jateng, Tuturpedia.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto menyampaikan beberapa hal penting terkait Hari Buruh atau biasa disebut dengan May Day yang kerap diperingati tiap 1 Mei.

Hal penting tersebut adalah mengajak untuk memaknai Hari Buruh ini sebagai momentum untuk terus memperjuangkan kesejahteraan dan hak-hak buruh. 

Dengan begitu, dalam melaksanakan pekerjaannya para buruh diberikan perlindungan yang sepantasnya dalam rangka bisa bekerja dengan baik di lapangan.

Tak hanya itu, dirinya juga mengungkapkan bahwa Komisi IX selalu berusaha untuk menyerap dan mendengarkan suara pekerja. Selain itu, mendorong mitra Komisi IX yang bergerak dalam ketenagakerjaan untuk terus melakukan tindakan konkret agar pekerja mendapatkan perlindungan dan terpenuhi haknya.

Salah satu yang menjadi sorotan utama Edy Wuryanto adalah hak pekerja untuk mendapatkan jaminan sosial. Hal itu karena pekerja informal acap kali tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. 

Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini juga kembali menyoroti jumlah perlindungan ketenagakerjaan yang belum mencakup seluruh pekerja. 

“Misalnya, pekerja formal swasta yang terlindungi di Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) masih sebanyak 23 juta orang. Kemudian pada program JHT (jaminan hari tua) sebanyak 17 juta orang, yang terlindungi Jaminan Pensiun sekitar 14 juta, serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebanyak 13 juta,” ucapnya.

“Ini tidak hanya mengetuk kepedulian pemberi kerja saja, tapi pemerintah tingkat daerah maupun pusat harus mampu menekankan mematuhi aturan agar pekerja dilindungi,” jelasnya.

Tak hanya itu, menurut Politisi PDI Perjuangan ini juga masih melihat ada yang lemah dalam pengawasan. Hal itu karena jumlah pengawas ketenagakerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah yang diawasi membuat aturan hanya dijalankan secara setengah-setengah. 

Bahkan, sesuai data Kemnaker, jumlah pengawas ketenagakerjaan sekarang berkisar 1.500 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (WLKP) daring pada 2023 mencapai 1,8 juta perusahaan.

“Belum lagi masalah geografis dan mentalitas oknum pengawas yang lemah yang makin menyulitkan pengawasan yang tegas,” tutur Edy.

Lebih lanjut, menurut data yang diterimanya, jumlah perusahaan yang diperiksa oleh pengawas ketenagakerjaan15.540 dari 1.886.947 Perusahaan. 

“Jumlah ini tidak sampai 1 persen. Data lainnya, jumlah Perusahaan yang disidik atas dugaan pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan hanya tujuh dari 15.540 perusahaan. Jika ditinjau lebih jauh lagi, ada beberapa hak pekerja yang belum diberikan dengan baik,” ungkapnya.

Menurutnya, aturan seperti ini bisa saja diatur dalam peraturan perusahaan (PP). Namun dapat dilihat faktanya, perusahaan terdaftar Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) yang memiliki Peraturan Perusahaan (PP) 38.032 dari 1.886.947 perusahaan atau hanya 2 persen.

Selain itu, ketika bicara Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga masih banyak terjadi sengkarut. Bukti adanya PMI ilegal yang bermasalah dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini menunjukkan harus ada yang dibereskan.

Dia menyebutkan, dengan menutup celah nakal hingga membekali angkatan kerja dengan kemampuan yang mumpuni, harus dilakukan. 

“Bekali keterampilan, kemampuan bahasa asing ditingkatkan, lalu lewat pemerintahan terkecil harus ada edukasi tentang pemberangkatan PMI yang legal,” terangnya.

Memang pekerjaan rumah di sektor ketenagakerjaan masih sangat banyak. Untuk itu, Edy mengajak seluruh pihak melakukan evaluasi. Kritik dari buruh yang melakukan aksi pada 1 Mei ini harus diserap. 

“Karena semua pihak ingin pekerja di Indonesia mendapatkan haknya dan rasa aman. Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi maju jika pekerjanya tidak lagi khawatir dengan hak yang diterimanya,” imbuhnya.***

Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro

Editor: Nurul Huda