Tuturpedia.com – Hari Anak Sedunia diperingati setiap 20 November, yaitu hari yang penting bahwa tiap anak di dunia memiliki hak untuk hidup dengan damai, anak-anak berhak atas planet yang aman, anak-anak harus didengarkan, dan diikutsertakan dalam keputusan yang bisa memengaruhi mereka.
Tema Hari Anak Sedunia pada 2023 ini adalah ‘For Every Child, Every Right’ yang artinya untuk setiap anak, setiap hak.
Sejarah Hari Anak Sedunia
Dilansir Tuturpedia.com dari laman United Nations pada Senin (20/11/2023), PBB atau Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki cita-cita untuk menyejahterakan anak-anak di dunia.
Untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut, dibutuhkan wadah dalam mempromosikan serta merayakan hak-hak anak di dunia. Lebih dari itu, anak-anak merupakan penerus generasi mendatang.
Sehingga direkomendasikanlah oleh Majelis Umum PBB agar semua negara mengorganisasikan Hari Anak Universal, saat itu 14 Desember 1954.
Kemudian pada 20 November 1959, Majelis Umum mengadopsi deklarasi hak anak dan konvensi hak anak pada 1989.
Adapun konvensi tersebut merupakan perjanjian hak asasi manusia internasional yang paling banyak disahkan, yang berisi berbagai hak anak di antaranya adalah hak untuk hidup, kesehatan, pendidikan, bermain, berkeluarga, dilindungi dari kekerasan, tidak didiskriminasi, dan didengar pendapatnya.
Dengan adanya Hari Anak Sedunia yang dirayakan setiap 20 November, maka dapat terus dibangun lingkungan yang ramah bagi anak-anak di dunia melalui tindakan dan dialog.
Permasalahan Anak di Dunia
Berikut adalah tiga permasalahan anak-anak di dunia, yang telah Tuturpedia.com rangkum dari laman UNICEF dan PBB:
1. Vaksinasi
Sekarang ini, begitu banyak anak di seluruh dunia yang tidak memperoleh vaksin yang diperlukan untuk melindungi mereka dari penyakit serius dan kematian.
Hal ini disebabkan oleh datangnya pandemi Covid-19 yang sangat mengganggu imunisasi anak-anak.
Rentang waktu tahun 2019 dan 2021, ada 67 juta anak yang tidak menerima imunisasi secara rutin, sehingga tubuh mereka rentan jika bertemu berbagai penyakit yang seharusnya dapat dicegah.
Anak-anak yang kurang mendapat vaksinasi merupakan anak yang menerima satu dosis, tetapi tidak menerima dosis perlindungan ketiga.
Menjadikan sejumlah penyakit muncul kembali di negara-negara, contohnya wabah kolera, campak, dan polio.
Bagi UNICEF, anak-anak yang tidak divaksinasi adalah bentuk ketidakadilan, kemiskinan, dan komunitas yang kurang terlayani.
Karena tiga dari empat anak-anak tidak menerima dosis vaksin di 20 negara. Sebagian dari mereka tinggal di daerah pedesaan terpencil, perkotaan yang kumuh, daerah yang krisis, dan bagian dari komunitas pengungsi.
2. Kesehatan Mental
Berdasarkan perkiraan, ada lebih dari 13% remaja di seluruh dunia memiliki gangguan mental. Tidak mengenal kaya maupun miskin, kondisi kesehatan mental dan kurangnya kepedulian dapat menyebabkan penderitaan bagi anak-anak dan remaja, yang dapat berujung pada penyakit dan kematian.
Di sisi lain, pemerintah dan masyarakat masih belum secara penuh berinvestasi dalam mempromosikan serta melindungi kesehatan mental anak-anak dan remaja.
Secara global, sekitar 2% anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan untuk belanja kesehatan mental, angka-angka ini belum cukup untuk menangani kondisi kesehatan mental.
Seperti yang kita ketahui, banyak kasus bunuh diri yang terjadi, meski terdapat berbagai alasan, tetapi salah satunya berhubungan dengan mental.
Bunuh diri menjadi penyebab kematian terbesar keempat di kalangan anak berusia 15-19 tahun. Hampir 46.000 anak berusia antara 10 dan 19 tahun mengakhiri hidupnya, yaitu sekitar 1 anak setiap 11 menit setiap tahunnya.
Selain itu, akibat dari kesehatan mental yang terganggu ini adalah ketakutan anak-anak dan remaja untuk tertawa hingga sulit mengekspresikan perasaan mereka.
Oleh sebab itu, pendukung kesehatan sebaiknya tidak tinggal diam, sebab ada tantangan yang dihadapi anak-anak sekitar yang membutuhkan bantuan.
3. Pangan dan Gizi
Sepertiga anak-anak di bawah usia 5 tahun mengalami kekurangan gizi atau malagizi, yang terjadi adalah tubuh mereka menjadi kerdil, kurus, atau sebaliknya yaitu kelebihan berat badan.
Sementara itu, ada dua pertiga anak yang berisiko kekurangan gizi dan kelaparan karena kualitas makanan mereka yang buruk.
Hal itu disebabkan oleh rusaknya sistem pangan yang gagal menyediakan makanan untuk anak-anak agar dapat tumbuh sehat.
Kerawanan pangan telah meningkat akibat cuaca ekstrem, lalu kemacetan dalam rantai pasokan utama, dan konflik perang seperti di Ukraina.
Harga-harga menjadi naik, sehingga keluarga di seluruh dunia kian merasa sulit untuk memberi makan anak-anak mereka, inilah yang terjadi pada 2023.
PBB pun menyarankan untuk membuat sistem pangan dunia lebih kuat untuk mengurangi permasalahan ini.
Bagaimana Situasi Anak-Anak di Indonesia?
Berdasarkan informasi dari laman Unicef, situasi anak-anak di Indonesia telah membaik selama beberapa tahun terakhir.
Namun, masih ada kecenderungan yang tersisa, yakni kesenjangan yang berarti di seluruh wilayah dari berbagai kelompok sosial.
Perlu diketahui bahwa sepertiga penduduk di Indonesia merupakan anak-anak, jumlah yang setara dengan sekitar 85 juta anak-anak, dan jumlahnya terbesar keempat di dunia.
Indonesia adalah negara yang luas, sehingga kesenjangan itu pun tercipta sebanding dengan jumlah anak-anak yang tidak sedikit.
Penduduknya tersebar di 17.000 pulau, kesenjangan menjadi inti permasalahan untuk mewujudkan hak-hak anak di Indonesia.
Dari sisi peluang ekonomi untuk anak-anak dapat dikatakan cukup baik, Indonesia sudah mengalami keuntungan ekonomi yang bagus di sekitar 4-10 persen setiap tahunnya.
Meski begitu, pertumbuhan ekonomi ini diliputi juga dengan meningkatnya ketidaksetaraan dan urbanisasi. Sekitar 53% dari populasi saat ini tinggal di perkotaan, angka kemiskinan ekstrem masih terjadi 14,5% dan kemiskinan sedang 48,7%.
Tiap tahunnya, ratusan ribu anak-anak terdampak bencana alam dan bencana lainnya, yang kemungkinan jumlah ini akan terus meningkat karena perubahan iklim.
Untuk itu, UNICEF berupaya dan fokus untuk mengatasi tantangan yang dihadapi anak-anak di Indonesia dengan melihat yang paling terpinggirkan dan dikecualikan secara sosial.***
Penulis: Annisaa Rahmah
Editor: Nurul Huda















