Tuturpedia.com – Debat cawapres 2024 yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan telah selesai dilaksanakan.
Sama seperti debat sebelumnya, pada debat cawapres 2024 dilakukan sebagai salah satu agenda kampanye setiap paslon ini muncul istilah-istilah baru yang dilontarkan para Cawapres.
Pada sesi tanya jawab Debat Cawapres 2024 ke nomor urut lain, Gibran Rakabuming Raka (Cawapres nomor urut 2) melontarkan pertanyaan kepada Mahfud MD (Cawapres nomor urut 3).
Pada kesempatan tersebut, Gibran menanyakan strategi nomor urut 3 dalam mengatasi Greenflation yang ada di Indonesia.
Lantas, apa Greenflation itu? Apakah pertanyaan tersebut cocok dengan tema debat yang mengusung tentang pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa?
Mengenal Istilah Greenflation yang Dilontarkan Gibran
Pada dasarnya, Greenflation terdiri dari dua kata, yaitu green (hijau) dan inflation (inflasi).
Menurut Natixis, Senin (22/1/24) Greenflation adalah kenaikan harga atau inflasi yang disebabkan oleh peningkatan investasi modal untuk memenuhi tujuan iklim.
Namun, peningkatan permintaan material dan sumber daya penting yang diperlukan untuk transisi energi (lithium, kobalt, nikel, grafit, dan mangan) tidak tertampung oleh pasokan.
Gagasan mengenai Greenflation awalnya untuk rencana memulihkan rantai pasokan dari komoditas nikel, logam, dan lainnya. Hal ini berkaitan juga dengan keadaan pasca pandemi Covid-19 yang menjadi semakin parah karena adanya perang di Ukraina.
Namun, karena adanya aturan terhadap lingkungan yang semakin ketat untuk melestarikan lingkungan, sehingga berimbas kepada pembatasan investasi dalam proyek pertambangan. Inilah yang membuat berkurangnya pasokan bahan baku dan membuat harganya semakin mahal.
Contoh dari Greenflation adalah peringatan dari Badan Energi Internasional (IEA) yang mengatakan jika harga bahan mentah mempunyai pengaruh besar terhadap biaya teknologi yang diperlukan untuk transisi energi.
Misalnya, biaya baterai lithium-ion telah ditekan pada dekade terakhir berkat skala ekonomi dan kurva pembelajaran.
Akibatnya, bobot bahan baku dalam struktur biaya baterai meningkat dari 40 hingga 50% dari biaya baterai pada 2017 menjadi 50 hingga 70% pada 2022 sehingga membuatnya lebih rentan terhadap variasi harga bahan baku.
Contoh lainnya yang nyata terjadi di Prancis adalah adanya pajak karbon. Dikutip dari Akun Twitter @neohistoria_id, Senin (22/1/24) adanya pajak karbon yang baik untuk lingkungan ternyata menyebabkan kenaikan harga bahan bakar. Hal ini pun akhirnya memicu pecahnya demonstrasi Jaket Kuning di Prancis pada 2018.
Karena itu, adanya Greenflation ini sebenarnya adalah sebuah dilema antara pelestarian lingkungan dan sektor ekonomi.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Nurul Huda