Indeks

Ganjar-Mahfud Pakai Baju Beskap Ramah Lingkungan Usai Debat Cawapres 2024, Apa Maknanya?

Mahfud MD menjelaskan pesan dari baju beskap yang dikenakan usai debat cawapres 2024. Foto: instagram.com/ganjar_pranowo
Mahfud MD menjelaskan pesan dari baju beskap yang dikenakan usai debat cawapres 2024. Foto: instagram.com/ganjar_pranowo

Tuturpedia.com – Gunakan beskap ramah lingkungan usai debat cawapres 2024 pada Minggu (21/1/2024), Mahfud MD menjelaskan pesan penuh makna dari baju tersebut. 

Seperti debat Pilpres 2024 sebelumnya, Ganjar-Mahfud berganti pakaian usai debat berlangsung. Kali ini, keduanya sama-sama mengenakan beskap Jawa namun dengan warna yang berbeda.

Ganjar sendiri mengenakan beskap berwarna hitam yang terdapat motif garis kotak-kotak berwarna emas pada bagian bawah baju.

Sedangkan Mahfud MD mengenakan beskap berwarna beige. Tak lupa pada bagian dada sebelah kiri terdapat tulisan Sat-Set berwarna emas di baju Ganjar Pranowo. Sedangkan jargon Tas Tes ditempel pada bagian baju di dada kiri Mahfud MD. 

Beskap yang dikenakan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3 usai debat cawapres 2024 ini ternyata memiliki makna dan pesan yang mendalam terkait tentang harapan perempuan Indonesia. Hal tersebut dijelaskan oleh Mahfud MD. 

“(Baju) ini merupakan aksi nyata dan balutan harapan perempuan Indonesia untuk merawat Ibu Pertiwi kita yang sakit,” ungkap Mahfud MD usai debat cawapres 2024 di JCC Senayan, Jakarta.

Ia kemudian menceritakan perjalanan proses pembuatan baju yang terlihat mewah tersebut.

Mahfud mengatakan jika baju tersebut dibuat dari kapas alami yang ditanam oleh petani perempuan di Tuban, Jawa Timur.

Pembuatan baju ini masih sangat tradisional, menggunakan teknik tumpang sari tanpa menggunakan bahan kimia sedikit pun. 

Kapas yang diproduksi kemudian diubah menjadi benang dan ditenun secara manual hingga menjadi sehelai kain.

Selain prosesnya yang alami, proses pewarnaannya pun menggunakan bahan alami dari tanaman, bukan bahan kimia. 

“Kapas diproduksi menjadi benang dan ditenun secara manual menjadi sehelai kain, pewarnaan menggunakan pewarna alami dari tanaman bukan kimia,” jelas Mahfud.

Tentunya, hal tersebut dapat menghindari penggunaan 2.5 juta liter bahan kimia. Selain itu, kancing dari baju itu juga diproduksi di Makassar dan dijahit langsung oleh ibu-ibu di Desa Badung, Bali. 

Menurut Mahfud, baju ini menggambarkan semangat serta kerja keras para ibu-ibu dalam memberikan penghidupan yang lebih baik untuk keluarga di masa depan. 

“Menggambarkan semangat dan kerja keras mereka untuk memberi penghidupan yang lebih baik bagi keluarganya di masa depan, di mana 100% dari mereka menerima upah yang layak. Dibutuhkan waktu 180 hari 6 bulan untuk memintal, menenun, dan menjahit baju.  Proses ini telah menebarkan dampak positif untuk 1500-an kehidupan terdiri dari petani hingga penjahit,” ujarnya. 

Adapun proses pembuatan baju yang ramah lingkungan itu mencegah terjadinya produksi 80 ton CO2 serta meregenerasi 30 hektar lahan melalui daur ulang sampah serta dapat membuat tanah kering menjadi agroforestry atau wanatani.

Lebih lanjut, kata Mahfud, kisah tersebut dapat membuktikan bahwa kita dapat membangun Indonesia menjadi unggul, adil dan juga lestari. 

“Kisah yang saya sampaikan tadi membuktikan bahwa kita bisa membangun Indonesia unggul yang adil dan lestari untuk seluruh rakyat kita bisa hidup layak dan berkembang di rumah kita sendiri dengan menjaga kearifan lokal dan keberagaman,” pungkasnya. 

Ia juga berpesan bahwa pembangunan Indonesia ke depannya bukan hanya melihat aspek ekonomi saja, namun juga lingkungan dan sosial untuk kemakmuran rakyat.***

Penulis: Niawati

Editor: Annisaa Rahmah

Exit mobile version