Tuturpedia.com – Pengakuan mengejutkan datang dari Kepala Desa Kepompongan yang mengaku tak mengenal Pegi Setiawan alias Perong, pelaku kasus pembunuhan Vina.
Kepala Desa Kepompongan, Wawan Setiawan mengaku bahwa Pegi memang tercatat dalam administrasi kependudukan Rudi dan Kartini (orang tua Pegi).
Pemuda berusia 28 tahun itu ternyata tak dikenali oleh Kuwu Desa Kepompongan lantaran tidak pernah hidup di desa tersebut.
“Nah, Pegi Setiawan itu memang tercatat di sini dengan identitas nama orang tua laki-laki bernama Pak Rudi, perempuannya Kartini. Nah sementara Pegi tersebut tidak dikenal oleh masyarakat karena yang bersangkutan itu tidak pernah hidup di Desa Kepompongan,” ujar Wawan.
Dia juga menyebutkan Pegi sudah lama tinggal di luar Desa Kepompongan, yakni di sekitaran kota Cirebon.
“Ya sudah lama (tinggal di kota) makanya kami juga agak bingung nyari nama Pegi Setiawan itu. Istilahnya banyak nama Pegi di Kepompongan. Ada kurang lebih sementara ada lima. Nah itu. Sedangkan Pegi yang kemarin dibawa oleh pihak kepolisian itu kehidupannya di kota,” lanjut Wawan.
Sementara itu, mengenai salah satu DPO kasus pembunuhan Vina, itu, Wawan mengaku memang bekerja di Bandung ikut dengan orang tuanya.
“Bandung itu (dia) bekerja dengan orang tuanya. Buruh bangunan,” jelasnya. Wawan mengaku bahwa pemuda yang diduga berperan sebagai otak dari kasus pembunuhan Vina dan Eki ini tidak pernah bergaul dengan pemuda Kepompongan.
“Ya kalau mainnya di sekitar SMP 11 atau di Pelandakan karena orang tuanya juga tempat tinggalnya di situ. Dia wah gak pernah (bergaul di sini), jarang yang kenal juga Pegi,” jelasnya.
Sebelumnya, ada beberapa pemuda yang juga diviralkan di media sosial di daerah sekitar Kepompongan dan berkoordinasi dengan kuwu untuk minta perlindungan.
“Sejauh ini juga banyak Pemuda yang diviralkan melalui TikTok medsos, ya, berkoordinasi dengan kuwunya. Tapi yang Pegi Setiawan ini tidak pernah koordinasi,” ungkap Wawan.
Kades Kepompongan ini juga mengungkapkan bahwa keluarga Pegi tercatat sebagai keluarga tidak mampu dan kerap beberapa kali mendapatkan bantuan.
“Kami hanya melihat kondisi keluarga Pegi, sekeluarga orang tidak mampu makanya kami sempat memberikan Rutilahu (rumah tidak layak huni) dua kali, bantuan PKH (program keluarga harapan), kalau ada bantuan yang lain karena memang kondisinya semacam itu,” pungkasnya.***
Penulis: Niawati
Editor: Nurul Huda













