Jakarta, Tuturpedia.com — Polda Metro Jaya mengungkap sejumlah fakta baru terkait kasus ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta. Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan latar belakang keluarga pelaku anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diduga kuat menjadi pemicu tindakan ekstrem tersebut.
Ternyata, pelaku hidup dalam situasi keluarga yang tidak utuh. Orang tuanya telah bercerai, dan sejak itu ia tinggal bersama sang ayah. Sementara ibunya diketahui bekerja di luar negeri. Kondisi ini membuat sang anak mengalami tekanan emosional dan kehilangan tempat untuk bercerita atau mencurahkan isi hati.
Polisi: Pelaku Tak Punya Tempat Curhat
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan dan analisa menunjukkan adanya faktor psikologis di balik peristiwa tersebut.
“Anak berkonflik dengan hukum ini terdapat dorongan karena tidak punya tempat untuk menyampaikan keluh kesahnya, baik itu di lingkungan keluarga, di lingkungannya, maupun di lingkungan sekolah,” ujar Ade Ary dalam keterangannya kepada wartawan.
Menurutnya, situasi keluarga yang retak akibat perceraian orang tua menjadi salah satu penyebab anak merasa terasing. Ketidakhadiran figur ibu dalam kehidupan sehari-hari juga memperparah kondisi emosional pelaku.
“Faktor perceraian orang tua memang menjadi problem bagi anak. Ia tinggal bersama ayahnya, sementara ibunya berada di luar negeri. Kondisi ini mempengaruhi keseimbangan psikologisnya,” tambahnya.
Polisi Telah Periksa Ayah, Ibu Belum Karena di Luar Negeri
Dalam proses penyelidikan, pihak kepolisian telah memeriksa ayah pelaku sebagai saksi. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa ayahnya selama ini memang menjadi satu-satunya pengasuh, sementara komunikasi dengan sang ibu dilakukan secara terbatas melalui media daring.
Namun, pihak kepolisian belum dapat memeriksa ibu pelaku karena masih berada di luar negeri. Polisi berencana mengoordinasikan pemanggilan lanjutan apabila diperlukan untuk memperdalam penyidikan.
“Kami sudah memeriksa ayahnya, sementara ibu belum bisa diperiksa karena masih di luar negeri. Kami tetap berupaya melakukan pendekatan menyeluruh terhadap latar belakang keluarga anak ini,” ujar Kombes Ade Ary.
Latar Belakang Sosial dan Emosional Jadi Sorotan
Fakta terbaru ini membuat publik menyoroti kembali pentingnya dukungan emosional bagi anak, terutama yang tumbuh dalam keluarga tidak utuh. Situasi perceraian sering kali meninggalkan dampak besar bagi anak, baik dari sisi psikologis maupun perilaku sosial.
Pakar psikologi perkembangan anak menilai bahwa anak yang kehilangan salah satu figur orang tua cenderung mengalami kesulitan dalam mengelola emosi. Mereka juga rentan mencari perhatian dengan cara ekstrem jika tidak mendapatkan dukungan emosional yang cukup.
Polisi pun menegaskan bahwa penyelidikan tidak hanya berfokus pada aspek teknis ledakan, tetapi juga pada faktor sosial yang melatarbelakanginya. Langkah ini diambil agar penanganan kasus bisa lebih komprehensif dan memberi pembelajaran bagi masyarakat luas.
“Penting untuk melihat peristiwa ini dari dua sisi: teknis dan sosial. Kami tidak hanya mencari apa yang dilakukan, tapi juga mengapa hal itu dilakukan,” kata Ade Ary.
Refleksi: Peran Keluarga Sangat Penting
Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta menjadi pengingat bahwa dukungan keluarga memegang peran besar dalam perkembangan mental remaja. Ketika anak kehilangan tempat untuk berbagi perasaan, mereka bisa terjerumus dalam tindakan impulsif tanpa memahami konsekuensinya.
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat, terutama orang tua, untuk lebih aktif membangun komunikasi dengan anak. Bagi keluarga yang mengalami perceraian, penting menjaga keterlibatan kedua orang tua agar anak tetap merasa dicintai dan didengar.
“Perhatian dan komunikasi dari keluarga adalah benteng utama agar anak tidak salah langkah,” tegas Kombes Ade Ary.















