Indeks

Eep Saefulloh Ungkap Pemakzulan yang Bisa Menjerat Presiden Jokowi, Ini Alasannya 

Pendiri sekaligus CEO PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah dalam podcast di channel YouTube Abraham Samad. (Foto: Tangkapan layar YouTube Abraham Samad)
Pendiri sekaligus CEO PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah dalam podcast di channel YouTube Abraham Samad. (Foto: Tangkapan layar YouTube Abraham Samad)

Tuturpedia.com – Pengamat politik sekaligus Peneliti PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah, mengungkapkan terdapat empat faktor yang membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa dimakzulkan atau ditumbangkan. Hal ini menurutnya bisa dilakukan di tengah kondisi demokrasi RI yang menurutnya semakin memprihatinkan. 

Eep menyatakan kondisi demokrasi di RI ibarat sebuah kapal yang akan karam (tenggelam). Maka menurut Eep, sudah seharusnya rakyat Indonesia bersama-sama berupaya mencegah agar kapal tersebut tidak tenggelam.

Apalagi, kata Eep, ada partai politik yang mendominasi hingga mampu memengaruhi arah kebijakan di pemerintahan, termasuk parlemen.

“Tidak ada fenomena (seperti saat ini). Ada satu partai pengendali, yang begitu kuatnya daya kendalinya, sampai pada akhirnya apapun yang menjadi arah kebijakannya, akan menjadi arah kebijakan parlemen,” kata Eep dalam podcast Abraham Samad Speak Up di kanal YouTube, tayang pada Kamis, 26 Oktober 2023.

Sementara, terkait polemik yang terjadi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan batas umur Capres-Cawapres, bagi Eep merupakan bumerang yang bisa membuat peluang pemakzulan pejabat tinggi negara atau impeachment pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Empat Faktor yang Bisa Memakzulkan Presiden Jokowi

Faktor pertama, kata Eep, berkaitan dengan skandal Presiden Jokowi. Dia mencontohkan, jika terdapat polemik yang berkaitan langsung dengan presiden, maka dapat menjadi landasan pemakzulan tersebut.

“Kalau disebut skandal, ada yang namanya skandal pokok dan skandal penyertanya. Kalau skandal penyertanya sudah banyak sekali itu, sekarang ini ada skandal pokoknya itu ketika presiden menggunakan kekuasaannya, sampai kemudian bisa menciptakan suasana yang sekarang, yang ditandai oleh nepotisme yang sangat akut,” tandasnya.

Kemudian, skandal selanjutnya berkaitan dengan polemik di Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia Capres dan Cawapres yang ditetapkan dalam putusan MK. Putusan ini dinilai bisa mencederai demokrasi, dengan membuka jalan bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2024.

Eep menegaskan kondisi presiden bisa dikatakan terlibat skandal. “Maka presiden harus hati-hati, banyak ahli hukum di Indonesia yang bisa membaca situasi ini,” ucap Eep.

Faktor kedua yakni adanya kegagalan kebijakan di pemerintahan yang dirasakan masyarakat. Menurutnya, kondisi gagalnya pemerintahan selama ini ditutup oleh hasil survei semu. 

Faktor ketiga yakni adanya resistensi di dalam parlemen yang bisa dilakukan anggota fraksi partai politik (parpol) oposisi. 

“Bisa saja PDIP punya kemarahan terpendam, bersama PPP melakukan segala upaya sebagai oposisi (pemerintah). Sementara koalisi perubahan (Nasdem, PKB, PKS) itu jelas di luar Jokowi yang justru (sesuai slogannya) menginginkan perubahan,” ungkapnya.

Faktor keempat, menurut Eep yakni adanya keresahan publik yang meluas. Meskipun saat ini keresahan tersebut belum menjerat pemerintah, akan tetapi jika dibiarkan akan menyebabkan sebuah ledakan atau disebut dengan istilah silent majority.

“Yang menyebabkan Donald Trump mengalami kekalahan dengan Joe Biden, bukan Joe Biden yang sebegitu hebat, sebegitu muda, dan seterusnya, tapi karena silent majority yang tiba-tiba mengatakan “enough is enough” saya tidak boleh lagi diam,” tandasnya.

“Empat faktor ini, bukan tidak mungkin tersedia saat ini. Jadi, ketika saya membicarakan ini, saya menjalankan fungsi sebagai warga negara yang diatur konstitusi,” imbuh Eep.

Penulis: ANO

Editor: Redaksi Tuturpedia

Exit mobile version