Tuturpedia.com – Serangan udara Israel kembali menghantam Kota Gaza, Palestina pada Kamis (9/11/23).
Akibatnya, puluhan ribu warga Gaza Utara harus rela meninggalkan rumahnya dan mengungsi ke daerah selatan yang diklaim lebih aman.
Setelah lebih dari sebulan pengeboman hebat, ratusan ribu orang masih terjebak dalam ‘situasi yang mengerikan’ di zona pertempuran perkotaan tanpa cukup makanan dan air.
Pohon-pohon palem yang patah, rambu-rambu jalan yang rusak, dan tiang lampu yang bengkok menandai reruntuhan yang dulunya merupakan jalur arteri utama Gaza Utara telah menyiratkan parahnya kerusakan akibat serangan bom yang terjadi di daerah tersebut.
Dikutip dari laman Aljazeera, Jumat (10/11/23) karena serangan yang bertubi-tubi, ribuan warga Palestina pada Rabu berjalan kaki keluar dari bagian utara Jalur Gaza.
Selain karena serangan yang tiada henti, kepergian mereka dari kediamannya dikarenakan persediaan makanan dan air semakin berkurang di tengah pengepungan yang melumpuhkan.
Ada lebih dari 70 persen penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa telah meninggalkan rumah mereka, tetapi jumlah mereka yang menuju ke selatan semakin meningkat akhir-akhir ini.
Hal ini disebabkan pasukan Israel terus memerangi pejuang Hamas di Kota Gaza dan situasi kemanusiaan menjadi semakin mengerikan.
Pergerakan warga Gaza bagian Utara ke Selatan ini mengingatkan kembali akan adanya insiden Nakba di Palestina.
Dikutip dari akun X @ayurngm, Jumat (10/11/23) seorang warga Palestina juga menyadari jika fenomena perpindahan masyarakat Gaza Utara bisa dibilang sebagai ‘New Nakba’ pada 2023.
Pada insiden Nakba pertama, Israel berhasil mengusir 750 ribu warga Palestina menjadi pengungsi.
Namun, hal yang lebih mengerikan terjadi pada 2023 ini karena Israel berhasil membuat 1,4 juta warga Palestina terlantar di negaranya sendiri.
Insiden Nakba yang terjadi akibat adanya gerakan Zionis ini pertama kali terjadi pada 1948. Insiden ini mengacu kepada pembersihan etnis di Palestina dan kehancuran masyarakat Palestina.
Nakba, bermula di akhir abad ke-19 di Eropa Timur. Saat itu muncul sebuah gerakan zionisme sebagai ideologi politik yang didasarkan pada keyakinan bahwa Yahudi adalah bangsa atau ras yang pantas mendapatkan negaranya sendiri.
Gerakan zionis ini adalah satu-satunya cara agar ‘mereka’ bisa membuat negara Yahudi di Palestina, yaitu dengan mengusir penduduk Arab dan memasukan orang-orang Yahudi ke sana. Meskipun upaya pengusiran tersebut harus menggunakan paksaan.
PM Israel Netanyahu sempat memberikan pidato. Ia mendeskripsikan perang Israel yang meluas di Gaza sebagai “perang kemerdekaan yang kedua.”
Dengan kata lain, dia menyampaikan bahwa Israel bermaksud menyelesaikan apa yang dimulai pada perang pertama, yaitu pengusiran orang Palestina.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Nurul Huda