Tuturpedia.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) minta pemerintah kaji ulang kebijakan bantuan sosial (bansos) untuk korban judi online.
Sebelumnya Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan hendak mempertimbangkan pemberian bansos untuk korban judi online.
Judi online ini memang menjadi permasalahan yang sangat meresahkan belakangan ini karena membuat banyak orang nekat melakukan tindak kejahatan.
Contohnya saja salah seorang manajer sebuah bank plat merah di Pacitan, Jawa Timur yang diketahui membobol dana tujuh orang nasabah hingga sebanyak Rp1,2 miliar.
Kemudian belum lama ini kasus yang membuat heboh banyak pihak, seorang polwan yang membakar suaminya karena diketahui kerap menghabiskan gaji untuk digunakan judi online.
Melalui kasus-kasus tersebut, bisa menggambarkan bahwa judi online menjadi bahaya laten di masyarakat karena kian marak dan merugikan masyarakat.
Terkait permasalahan ini, Menko PMK Muhadjir Effendy pun mengusulkan agar korban judi online ini masuk dalam daftar penerima bansos.
“Kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini, misalnya kemudian kita masukan di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai penerima bansos,” ujar Muhadjir Effendy, Kamis (13/6).
Lain halnya dengan Menko PMK, Panglima TNI Jenderal Agus Subianto justru mengeluarkan ancaman keras pada prajurit TNI yang terlibat melakukan tindakan ini.
Ancaman tersebut diantaranya berupa pemecatan agar memberikan efek jera pada para prajurit.
“Yang jelas kalau yang melanggar dikenai hukum, hukuman berat, bisa dipecat. Pecat supaya tobat,” ujar Panglima TNI Jenderal Agus Subianto.
Namun, mengenai pemberian bansos untuk korban judi online ini menuai perdebatan hingga Majelis Ulama Indonesia turut angkat bicara.
Terkait wacana pemberian bansos ini, pihak MUI berbeda pendapat pendapat dengan pemerintah dan meminta untuk kebijakan ini dikaji ulang.
Pasalnya, menurutnya perlu adanya pencegahan, terlebih tindakan judi online ini merupakan bentuk tindak kriminal yang juga bertentangan dengan agama dan etika.
Selain itu, pelakunya secara sadar melakukan tindak pidana perjudian. Hal ini disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh.
“Pada saat menggunakan itu, itukan tindakan melanggar hukum. Berbeda halnya dengan pinjaman online. Seringkali tertipu menjadi korban. Nah itu saya kira, dalam platform digital ini harus kita pilah mana yang benar-benar menjadi korban, mana yang pada hakikatnya menjadi pelaku, hanya bedanya menggunakan platform digital,” tegasnya.
Prof Ni’am dengan tegas menolak wacara bansos untuk korban judi online dari pemerintah. Ia menjelaskan alasan penolakan tersebut karena bansos yang diberikan pemerintah digunakan untuk kepentingan yang bersifat melanggar hukum.
Adapun jika para korban judi online jatuh miskin, hal tersebut karena pilihan hidup.
“Sebagaimana ada wacana perokok dan pemabuk jangan dikasih jaminan kesehatan BPJS. Masa iya, BPJS uang rakyat dan uang negara, digunakan untuk orang yang sehari-hari merusak kesehatannya. Ini dia miskin bukan karena struktural, melainkan karena pilihan hidupnya yang masuk kepada tindakan perjudian,” tegasnya.
Prof Ni’am menegaskan jangan sampai pemberian bansos ini jadi tidak tepat sasaran.
“Tetapi, karena persoalan struktural, dia tidak cukup rezeki ini yang harus diintervensi. Jangan sampai kemudiaan bansos itu tidak tepat sasaran,” pungkasnya.***
Penulis: Niawati
Editor: Nurul Huda