Tuturpedia.com — Nama Pandji Pragiwaksono kembali mencuat dalam pemberitaan setelah komunitas adat Toraja, Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST), menjatuhkan sanksi terhadapnya atas candaan yang menyinggung adat pemakaman masyarakat Toraja. Sanksi yang ditetapkan amat berat secara simbolis: penyembelihan hewan ritual dan denda uang tunai.
Ketua TAST, Benyamin Rante Allo, menyebut bahwa sanksi material tersebut “berupa kerbau dan babi masing-masing 48 ekor” — artinya total 96 hewan — sebagai “persembahan lambang pemulihan keseimbangan antara dunia manusia (lino tau) dan dunia arah (lino to mate).” Ritual hewan seperti ini dalam adat Toraja memiliki makna mendalam untuk memperbaiki keseimbangan sosial dan spiritual setelah terjadi “kerusakan” simbolik.
Selain hewan, Pandji juga diwajibkan membayar uang tunai senilai Rp 2 miliar. Benyamin menyatakan bahwa uang tersebut “akan digunakan untuk kegiatan adat, pendidikan budaya dan pemulihan simbol-simbol adat Toraja yang telah tercemar akibat pernyataan Pandji.” Dengan demikian, sanksi ini bukan hanya hukuman pribadi tetapi juga diposisikan sebagai upaya restorasi komunitas adat.
Lebih jauh, Benyamin menekankan bahwa nilai sanksi tersebut masih terbuka untuk dibahas, jika Pandji segera datang ke Toraja untuk menghadapi pembicaraan. “Belum tentu nilainya atau jumlahnya seperti itu. Jadi akan dilihat dari hasil pembicaraan ketika Pandji datang,” jelasnya. Namun, jika Pandji menolak atau tak menunjukkan itikad baik, TAST memperingatkan sanksi yang lebih serius, salah satunya melalui ritual adat yang disebut “Ma’ maman” — berupa kutukan lewat tokoh adat yang dianggap bisa berkomunikasi dengan dimensi lain.
TAST telah mengirimkan somasi resmi kepada Pandji melalui email, dengan ketentuan bahwa batas tanggapan adalah 3 × 24 jam sejak pemberitahuan. Jika tidak dipenuhi, komunitas adat akan melanjutkan upaya penegakan adat yang lebih kuat.
Kasus ini mencuat di tengah sorotan publik figur yang menggunakan humor atau candaan, dan bagaimana hal tersebut bisa berbenturan dengan nilai lokal dan adat masyarakat. Sering kali, candaan yang dianggap ringan oleh pembuatnya bisa berdampak sangat serius bagi pihak yang merasakan atau menjadi bagian dari tradisi yang bersangkutan.
Bagi para pembuat konten, artis, atau publik figur, insiden ini menjadi pengingat bahwa sensitivitas budaya dan tradisi lokal tidak bisa diabaikan. Memahami konteks, mencari izin, atau menghindari menyentuh simbol-adat yang suci bisa jadi langkah preventif untuk menjaga reputasi dan hubungan dengan masyarakat.
