Tuturpedia.com – Polres Jakarta Utara menggelar pra rekonstruksi penganiayaan siswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara.
Dikutip Tuturpedia.com, Selasa (7/5/2024), dalam pra rekonstruksi tersebut, ada belasan mahasiswa yang diamankan untuk dimintai keterangan.
Bahkan tersangka Tegar juga dibawa dalam pra rekonstruksi untuk memperdalam kronologi dan mengetahui apakah ada keterlibatan dari mahasiswa lain dalam insiden penganiayaan yang membuat taruna tingkat 1 meninggal dunia. .
Hal tersebut disampaikan oleh AKBP Hady Saputra Siagian selaku Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara.
“Masing-masing orang, masing-masing perannya apa, kita masih mendalami jadi sampai saat ini. Kita belum bisa memberikan keterangan yang lebih jelas,” ujar AKBP Hady.
AKBP Hady menyebut pihaknya akan memberikan keterangan lebih lanjut usai proses penyelidikan.
“Ya makanya nanti. Nanti kita sampaikan setelah ada proses apa proses penyelidikan dan penyelidikan lebih lanjut,” imbuhnya.
Sementara itu kuasa hukum keluarga Putu Satria (PS), taruna STIP Jakarta yang tewas dianiaya oleh seniornya itu kembali mendatangi Polres Jakarta Utara.
Kedatangan tersebut dimaksudkan untuk menyerahkan bukti baru dan meyakini adanya pelaku lain yang dapat ditetapkan sebagai tersangka.
Selain membawa bukti baru, kuasa hukum keluarga PS juga menanyakan perkembangan kasus penganiayaan di STIP tersebut. Adapun bukti yang dibawa berupa tangkapan layar dengan nama grup STIP angkatan 66 dari akun mantan senator di Bali.
Isi percakapan dalam grup itu diduga mengenai rencana untuk merekayasa penyebab kematian Putu Satria.
Kuasa hukum, Chitto Cumbhadrika merasa adanya pihak yang berusaha menutupi kasus ini.
“Kami buktikan adalah terkait dengan kekerasan yang hingga menghilangkan nyawa korban, ini bukti-buktinya itu kok semakin mengarah ke adanya sesuatu yang ditutup-tutupi ya,” ucap Chitto Cumbhadrika.
Ia juga berharap polisi bisa mendalami lebih lanjut terkait bukti baru yang dibawanya ini.
“Harapan dari kami dengan ada bukti baru ini, dari pihak kepolisian pun juga akan menggali lebih dalam untuk mengetahui sebenarnya apa sih yang terjadi? Karena kan yang saat ini yang bisa kita ketahui kan hanya ada pemukulan saja,” lanjutnya.
Ia mengharapkan kronologi rinci mengenai kejadian pemukul yang terjadi dari mulai dialog di antara junior dan senior yang menganiaya tersebut.
Ia merasa janggal, pasalnya jika memang hanya membuat sang korban jera dan tak melakukan tindakan yang sama, seharusnya tidak dengan tega memukul sampai 5 kali hingga menghilangkan nyawa korban.
“Kita enggak tahu gitu sebetulnya dialognya apa, bagaimana sebetul-betulnya bisa terjadi hal seperti itu, sampai memukul 5 kali. Karena kalau memang hanya sebuah mungkin ya dalam tanda kutip hukuman untuk menjerakan gitu yang dibuat oleh senior itu ya mungkin dengan dipukul sekali juga,” lanjutnya.***
Penulis: Niawati.
Editor: Annisaa Rahmah.