Tuturpedia.com — Beberapa tahun terakhir, dunia hiburan diguncang gelombang baru film horor yang tidak hanya menakutkan, tetapi juga cerdas, artistik, dan penuh makna simbolik. Dari horor psikologis ala A24 seperti Hereditary hingga horor bernuansa budaya seperti Impetigore yang menembus festival internasional, selera penonton global semakin berkembang ke arah horor yang memancing pemikiran. Kini, Indonesia kembali bersiap melangkah ke panggung dunia melalui film horor supernatural terbaru yang digarap oleh salah satu sutradara paling berpengaruh di negeri ini: Hanung Bramantyo.
Film berjudul “Bolong: 309 Hari Sebelum Tragedi Berdarah” ini akan melakukan world premiere di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2026, festival film bergengsi yang dikenal sebagai rumah bagi karya-karya berani, eksperimental, dan punya keberanian artistik. “Bolong” hadir bukan sekadar sebagai film horor Indonesia, tetapi sebagai representasi baru horor Nusantara yang menyatukan mitos, sejarah, dan kritik sosial dalam satu kemasan estetis — dan ini menjadi alasan kuat mengapa film ini menarik perhatian dunia.
Sentuhan Horor Bernuansa Sejarah: Berani, Simbolik, dan Artistik
Berbeda dari horor komersial yang mengandalkan jump scare, “Bolong” memilih jalur yang lebih dalam. Berlatar Indonesia era 1960-an, film ini menempatkan penonton di tengah suasana ketegangan politik dan sosial. Alih-alih memaparkan sejarah secara gamblang, film ini menggunakan pendekatan supernatural dan simbolik untuk membaca luka kolektif bangsa Indonesia dengan cara yang baru dan lebih subtil.
Dalam siaran pers resminya, dijelaskan bahwa Bolong: 309 Hari Sebelum Tragedi Berdarah adalah sebuah film horor supernatural yang mengambil latar menegangkan di Indonesia era 1960-an . Hanung memilih pendekatan yang memadukan mitologi, spiritualitas Jawa, dan unsur sejarah, menghasilkan horor yang tidak hanya memunculkan ketakutan, melainkan juga refleksi.
Cerita berpusat pada serangkaian pembunuhan misterius di Desa Lobang Buaya — sebuah nama yang tentu memiliki resonansi historis bagi masyarakat Indonesia. Ada satu pola yang membuat bulu kuduk berdiri: setiap korban ditemukan tewas pada tanggal 30 setiap bulan, dengan kondisi tubuh berlubang dan pesan-pesan aneh yang tertulis di wajah mereka. Siaran pers tersebut menegaskan bahwa kasus-kasus yang terjadi “perlahan mengungkap sebuah rahasia kelam yang terkait dengan kepercayaan, propaganda, dan sisi paling gelap dari sejarah bangsa” .
Kisah tersebut terasa relevan dengan tren global, di mana horor kini menjadi medium untuk membahas trauma kolektif, isu identitas, hingga sejarah kelam — persis seperti yang dilakukan Jordan Peele dalam Get Out atau Us. “Bolong” tampaknya akan bergerak di jalur yang sama: memadukan ketegangan dengan komentar sosial yang tajam.
Tembus IFFR 2026 Rotterdam: Momentum Baru Film Horor Indonesia
Tidak semua film berani bermain dengan simbol dan narasi seperti ini — dan IFFR dikenal sebagai festival yang menghargai karya dengan kreativitas tinggi. Terpilihnya film ini ke IFFR 2026 Rotterdam menjadi prestasi yang menguatkan posisi Indonesia di kancah perfilman dunia. Dalam siaran persnya, diumumkan bahwa film ini resmi terpilih untuk tayang perdana (world premiere) di International Film Festival Rotterdam 2026 . Festival ini akan berlangsung pada 29 Januari hingga 8 Februari 2026.
Lebih membanggakan lagi, ini bukan kali pertama Hanung melangkah ke IFFR. Ia sebelumnya pernah hadir melalui film “Gowok: Kamasutra Jawa”, yang juga mendapatkan perhatian internasional. Hal ini menunjukkan konsistensi Hanung dalam menghadirkan film yang berani, unik, dan berkarakter kuat — kualitas yang disukai penonton festival.
Bagi dunia perfilman Indonesia, kehadiran Bolong Hanung Bramantyo di Rotterdam membawa harapan bahwa Indonesia tidak hanya dikenal lewat film drama atau komedi, namun juga melalui film horor Indonesia yang berkelas internasional dan berbobot artistik.
Deretan Cast dan Talenta di Balik Kamera
Keberhasilan “Bolong” tentu tidak lepas dari kekuatan para aktor yang terlibat. Film ini dibintangi oleh talenta berbakat seperti Baskara Mahendra, Carissa Perusset, Khiva Iskak, dan Anya Zen . Kombinasi aktor yang kuat dalam pendalaman karakter dengan latar cerita penuh misteri tentu menjadi daya tarik bagi penonton, terutama generasi yang menyukai film horor dengan kualitas akting memikat.
Visual kelam nan estetis juga diprediksi akan menjadi kekuatan film ini — sebuah ciri khas yang sering muncul dalam karya-karya Hanung, tetapi kini dengan sentuhan horor supernatural yang lebih matang.
Kenapa Film Ini Berpotensi Menjadi Horor Favorit Penonton Festival dan Gen Z?
Ada tiga alasan utama mengapa “Bolong” berpotensi menjadi pembicaraan hangat baik di kalangan cinephile maupun Gen Z:
1. Horor cerdas dengan konteks sejarah — jarang ada film horor Indonesia yang berani memainkan metafora sejarah di level simbolik seperti ini.
2. Aesthetic horror vibe — latar 60-an penuh nuansa Jawa dan politik memberikan palet visual yang unik, yang cocok untuk viral di media sosial.
3. Membawa horor lokal ke panggung global — film ini berpotensi membuka gelombang baru horor Indonesia pasca “Impetigore”.
Tantangan dan Ekspektasi Menjelang Rilis Nasional
Meski akan tayang perdana di IFFR, penonton Indonesia harus sedikit bersabar. Penayangan di Rotterdam menjadi langkah awal sebelum film ini dirilis secara luas di bioskop Tanah Air. Siaran pers menyebutkan bahwa penayangan perdana di Rotterdam ini adalah langkah awal sebelum film tersebut bisa disaksikan oleh penonton di Indonesia .
Sementara menunggu tanggal rilis resminya, publik dapat mengikuti perkembangan dan materi promosi Bolong melalui akun media sosial resmi @adhyapictures .
