Blora, Tuturpedia.com — Peringatan duka belum genap seribu hari, namun ketakutan dan trauma mendalam kembali menyelimuti warga Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Blora. Aktivitas pengeboran sumur minyak ilegal yang menewaskan lima orang pada tahun 2025 lalu kini diduga kembali beroperasi, bahkan menunjukkan gejala bahaya yang mengancam keselamatan warga.
Pada hari ini, Rabu (29/10/2025), salah satu sumur ilegal dilaporkan mengeluarkan asap, mendidih, dan terdengar suara gemuruh sejak pagi hari. Sumur yang kembali ‘mengamuk’ ini terletak tepat di tengah pemukiman, sangat dekat dengan lokasi kebakaran hebat yang sempat berlangsung selama tujuh hari di tahun 2025.
Janji Bupati Dilanggar, Sumur yang Ditutup Kembali Dibuka
Kekesalan masyarakat semakin memuncak. Menurut pengakuan warga berinisial Jr, sumur yang bergejolak ini diduga milik keponakan lurah yang disebut sebagai ketua pengurus kegiatan.
Keterlibatan pihak yang memiliki koneksi dengan pejabat desa ini seolah menegaskan dugaan bahwa ada kepentingan besar di balik kegiatan ilegal ini. Dan, harapan terbesar warga kini tertuju kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora.
“Harapan masyarakat, Pemkab jangan tutup mata dengan adanya kejadian-kejadian yang ada di Desa Gandu, khususnya Dukuh Gendono. Kalau masih ingat statement Pak Bupati mau menutup sumur-sumur yang ada di area pemukiman, tapi pada dasarnya dan realita di lapangan, semua sumur yang kemarin ditutup kok bisa beroperasi lagi,” ujar Jr, mewakili suara warga Gendono.
Warga, lanjutnya kembali, meyakini bahwa Pemkab Blora tidak mungkin tidak mengetahui atau pura-pura tidak tahu dengan kembali maraknya kegiatan ini.
Keuntungan Miliaran Rupiah di Atas Penderitaan Warga
Jr juga menegaskan desakan agar APH bertindak tegas demi menghormati lima korban jiwa: Tanek, Wasini, Sureni, Yeti istri Sukrin, dan balita Abu Dhabi (2 tahun).
Warga juga menyebutkan, bahwa sejak ledakan maut terjadi, kegiatan ilegal ini telah menghasilkan minyak lebih dari 23 tangki, dengan nilai jual per tangki mencapai Rp 42 juta.
Artinya, perputaran uang dari bisnis haram ini sudah mencapai hampir Rp 1 Miliar (Rp 966 Juta). Mirisnya, masyarakat setempat mengaku tidak mendapatkan kompensasi, sementara lingkungan mereka rusak parah.
Tuntutan Utama Warga:
1. Evaluasi Total: Menuntut APH dan Pemkab mengevaluasi total kegiatan ilegal yang berpotensi membahayakan nyawa.
2. Perbaikan Lingkungan: Mengatasi dampak lingkungan, seperti sumber mata air yang tercemar dan sawah yang dikawatirkan tidak bisa ditanami.
3. Hentikan ‘Kambing Hitam’: Menghentikan narasi yang menjadikan masyarakat sebagai pelaku, karena mereka hanya menjadi korban dari “omongan manis dan janji-janji dari kepala desa dan pengurus.”
Kembalinya aktivitas pengeboran ilegal ini dinilai masyarakat sebagai tindakan yang tidak menghargai nyawa dan berpotensi memicu bencana serupa. APH didesak untuk segera melakukan penertiban secara menyeluruh guna mencegah terulangnya tragedi di masa mendatang.
“Warga hanya ingin Desa Gandu kembali sejuk, nyaman, dan damai, bebas dari ancaman maut dan kerakusan,” tegas Jr.
