Semarang, Tuturpedia.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bersama Pedesaan Swadaya (P4S) Svarnaloka berupaya mewujudkan siklus berkelanjutan untuk Kota Semarang tanpa limbah (zero waste).
Salah satunya bekerja sama dengan pemberdayaan berbasis produksi kerakyatan lewat inovasi pengelolaan sampah menggunakan maggot (belatung).
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti (Mbak Ita) menuturkan, kerja sama ini merupakan kepeduliannya terhadap limbah organik dari rumah tangga dan pasar yang sering kali tidak dimanfaatkan dengan optimal.
“Melalui maggot, limbah organik dapat menjadi sesuatu yang berharga. Jika ini dibiarkan bisa menjadi sumber penyakit dari kecoa maupun tikus,” kata Mbak Ita, dikutip Kamis (21/11/2024).
Program tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan pengelolaan sampah organik dan non-organik lewat pendekatan berbasis komunitas yang memanfaatkan rumah maggot serta Pusat Inkubasi dan Latihan Agribisnis (PILAR).
Program Pilar Svarnaloka di Gunungpati ini pun menyediakan tempat dan infrastruktur dasar dalam mengembangkan sentra produksi agro pertanian, peternakan, perikanan, home industri, UMKM, dan workshop.
P4S Swarnaloka sendiri dikelola dengan konsep sirkular yang berkelanjutan. Selain itu, juga ada pelatihan dan fasilitas untuk pembudidayaan maggot, budi daya melon, anggrek, hidroponik, serta integrated farming.
Pratomo selaku pengelola Svarnaloka, Pratomo, pembudidayaan Black Soldier Fly (BSF) atau maggot ialah salah satu fokus utama dalam menangani limbah organik.
“Maggot dapat mengubah limbah organik menjadi pakan ternak berkualitas tinggi. Model pengelolaan rumah maggot ini sudah dikembangkan oleh P4S Svarnaloka dan harapannya dapat direplikasi rumah maggot di berbagai wilayah berskala perumahan, RT dan RW,” kata Pratomo.
Untuk diketahui, program ini sudah diterapkan di Pasar Gunungpati, yakni limbah makanan dikumpulkan oleh relawan kemudian diberikan ke maggot. Setelah tumbuh besar, maka akan dipanen, dikeringkan, lalu dijadikan makanan ternak.
Sebanyak 28 tenant Svarnaloka sudah memanfaatkan fasilitas gratis meliputi lahan, listrik, air, dan infrastruktur lainnya untuk mengembangkan usaha berbasis agribisnis, tak terkecuali maggot.
Dalam seminggu, produksi maggot di lokasi tersebut mencapai 80-120 kilogram maggot basah. Produk maggot kering ini pun sudah dimanfaatkan untuk bermacam kebutuhan, termasuk pakan ternak hingga budi daya unggas.
“Kami ingin menciptakan kawasan ekonomi khusus berbasis desa yang tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga memberikan manfaat edukasi dan rekreasi,” tutur Pratomo.
Sementara itu, Pemkot Semarang berharap program yang satu ini bisa menjadi solusi berkelanjutan untuk mengelola sampah organik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat inovasi berbasis lingkungan.***
Kontributor Kota Semarang: Alan Henry Pambuko
Editor: Annisaa Rahmah