Blora, Tuturpedia.com — Aktivitas pengeboran sumur minyak ilegal di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, yang sempat menelan lima korban jiwa pada 2025 lalu, diduga kembali beroperasi. Kondisi ini memicu kemarahan dan kekecewaan mendalam dari masyarakat setempat, yang merasa trauma mereka belum sembuh.
Warga menuntut Aparat Penegak Hukum (APH) segera mengambil tindakan tegas sebagai bentuk penghormatan bagi keluarga korban yang meninggal dunia. Rabu, (29/10/2025).
Tragedi kebakaran hebat di sumur ilegal tersebut pada Minggu (17/8/2025) yang berlangsung hingga tujuh hari, telah merenggut nyawa lima warga, termasuk seorang balita. Kelima korban jiwa tersebut adalah Tanek, Wasini, Sureni, Yeti (istri Sukrin), dan Abu Dhabi (2 tahun).
Dugaan Operasi Senyap dan Potensi Keuntungan Fantastis
Masyarakat Gendono secara blak-blakan menyebut bahwa aktivitas penambangan ilegal itu sudah kembali berjalan.
“Kui Gandu sejak bar bledos kae. Wes luweh soko 20 tangki ditambah wingi 3 tangki. Warga yo Gak ono seng dikei duit,” ungkap Jr, nama samarannya seorang warga setempat, mengacu pada aktivitas setelah ledakan terjadi.
Menurut perhitungan kasar warga, satu tangki minyak mentah dihargai sekitar Rp 42 juta. Jika benar total minyak yang telah diangkut sejak pasca ledakan mencapai 23 tangki (20 tangki + 3 tangki), maka nilai perputaran uang dari kegiatan ilegal tersebut bisa mencapai angka fantastis.
“Hampir satu miliar rupiah potensi keuntungan mengalir dari aktivitas ilegal yang diduga mengabaikan keselamatan dan penderitaan warga,” bebernya.
Tuntutan Tegas Warga: Stop Jadikan Masyarakat “Kambing Hitam”!
Masyarakat Dukuh Gendono kini menyuarakan tuntutan tegas kepada pihak berwenang. Mereka meminta evaluasi total terhadap kegiatan pengeboran dan mendesak agar APH tidak hanya fokus pada masyarakat biasa.
Berikut poin-poin utama tuntutan masyarakat:
1. Evaluasi Kegiatan: Menuntut evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan ilegal yang kembali beroperasi.
2.Dampak Lingkungan: Trauma masyarakat belum sembuh, ditambah dampak lingkungan yang parah, seperti sumber mata air yang tercemar dan lahan sawah yang rusak serta tidak bisa ditanami akibat limbah.
3.Tolak Kambing Hitam: Menolak narasi yang menyebut masyarakat berbondong-bondong ingin mengebor minyak.
“Warga menegaskan pihak yang memiliki kepentingan dan modal adalah pelaku utama, sementara masyarakat hanya menjadi korban dari “omongan manis dan janji-janji dari kepala desa dan pengurus,” tegasnya.
Terakhir, dirinya juga memiliki Harapan Damai yakni harapan agar Desa Gandu, khususnya Dukuh Gendono, bisa kembali seperti dulu lagi: sejuk, nyaman, dan damai.
“Masyarakat berharap, dengan kembali beroperasinya sumur ilegal ini, APH dapat segera turun tangan dan menindak tegas para pelaku demi menghormati para korban dan keluarga yang ditinggalkan,” tutupnya.
















