Jateng, Tuturpedia.com – Bancakan Tampa Seren Usir Hama di wilayah Dukuh Kembang telah resmi digelar pada Selasa (26/11/2024) sebagai bentuk kepedulian Pegunungan Kendeng Utara dan ungkapan rasa syukur kepada bumi.
Kegiatan ini dilakukan buntut panjang dari konflik warga dengan PT KRI beberapa waktu lalu. Sebagaimana bunyi Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), menyebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata masih belum implementatif.
Hal itu terbukti dengan maraknya kriminalisasi dan pelanggaran HAM terhadap para pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yaitu yang terjadi di Dukuh Kembang, Desa Jurangjero.
Demi melindungi warga dari ancaman hama, penyakit, serta menjaga kelestarian alam Pegunungan Kendeng Utara, berbagai komunitas di Blora-Rembang pun bersatu dalam Aksi Budaya Penyelamatan Kendeng.

Masyarakat Kembang gelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk penolakan terhadap operasi tambang batu kapur PT KRI yang telah mencemari udara di wilayah mereka. Ironisnya, 23 warga yang memperjuangkan haknya justru dijadikan tersangka dalam kasus pengrusakan dan penganiayaan oleh perusahaan tersebut.
Selama delapan bulan, warga terus berjuang melawan pencemaran udara yang disebabkan oleh operasi ilegal perusahaan. Meskipun telah disegel oleh KLHK, perusahaan tersebut tetap beroperasi.

Aktivitas tambang PT KRI diketahui mengancam kelestarian Pegunungan Kendeng Utara dan kesejahteraan masyarakat di sekitar. Pencemaran udara yang parah dan kriminalisasi terhadap warga yang menentang aktivitas tambang merupakan bukti nyata dari tindakan perusahaan yang merusak lingkungan.
Melalui prosesi bancakan, tumpeng, dan doa bersama yang dipimpin sesepuh desa, warga berupaya menjalin hubungan yang harmonis dengan alam dan memohon berkah serta perlindungan. Kegiatan ini juga bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan aksi budaya ini, masyarakat menyampaikan pesan kepada pemerintah bahwa mereka tidak akan tinggal diam melihat kerusakan lingkungan.***
Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro
Editor: Annisaa Rahmah















