Indeks
News  

Audiensi di DPRD Blora, Praktisi Bongkar Pengeboran Minyak dengan Modus Sumur Air Artesis

Suasana audiensi terkait pengeboran minyak dengan modus sumur air artesis di Plantungan. Foto: Dok. Lilik Yuliantoro
Suasana audiensi terkait pengeboran minyak dengan modus sumur air artesis di Plantungan. Foto: Dok. Lilik Yuliantoro

Jateng, Tuturpedia.com – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Front Blora Selatan (FBS) dan Praktisi Penambangan Minyak Bumi dari Sumur Tua wilayah setempat, bongkar pengeboran minyak dengan modus sumur air artesis di Plantungan dalam audiensi jilid II di Ruang Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kabupaten Blora, Jawa Tengah, beberapa hari lalu.

Salah satu yang bersuara lantang dan tegas tersebut adalah seorang Praktisi Migas Sumur Tua, yakni Rohmad Dwiyanto Safari, atau biasa akrab dipanggil Gawik, Jumat (12/7/2024).

“Jadi modus jahat dari pengeboran sumur air artesis di Desa Plantungan adalah palsu belaka, karena yang dicari sebenarnya adalah minyak mentah alias emas hitam cair itu,” ucap Rohmad Dwiyanto Safari.

Praktisi Migas Sumur Tua, Rohmad Dwiyanto Safari. Foto: Dok. Lilik Yuliantoro

Bahkan, sambil membawa satu botol sampel air dari pengeboran sumur di Plantungan, dirinya menunjukkan kepada pimpinan audiensi dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta perwakilan dari Polres Blora, untuk mencicipi air hasil pengeboran sumur Plantungan tersebut.

“Sekali lagi dan pada intinya, mencari sumber air dari pengeboran artesis hanyalah kebohongan dan tipu muslihat Pipin belaka, karena air yang dihasilkan itu tidak layak dikonsumsi, karena airnya sangat asin, kadar garamnya tinggi seperti air laut dan kalau dikonsumsi bisa menyebabkan kanker. Yang benar mereka hanya mencari minyak mentah, airnya dibuang,” ungkapnya.

“Dan ini pidana pelanggaran seluruh pasal dalam Undang-Undang RI nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, jelas ini ilegal drilling (pengeboran) dan penambangan liar yang harus segera diambil tindakan, ancamannya adalah penjara 6 tahun dan denda sebesar-besarnya sebesar Rp60 miliar, tutup semua pengeboran ilegal di Blora!” tuturnya.

Terlepas dari itu, sebagaimana diketahui bahwasanya dalam audiensi yang digelar pada Rabu (10/7/2024) kemarin, diawali dari keabsahan dan kronologis pengesahan Peraturan Kepala Desa Plantungan kepada perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Blora, terkait usaha pengeboran sumur air artesis, serta pengelolaan limbahnya, yang sebenarnya adalah minyak mentah.

Dalam audiensi tersebut, Exy Agus Wijaya dari FBS menuntut agar Perkades tersebut dibatalkan, karena menjadi dasar modus operandi rekayasa hukum yang melanggar seluruh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

“Bagaimana peran pembinaan PMD, serta kecamatan kepada Pemerintahan Desa Plantungan dan Soko? Yang nyata-nyata berada di bawah mereka, baik secara administratif maupun kewilayahan bisa membuat Perkades yang menabrak UU Nomor 22 tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi. Kami menuntut Perkades tersebut dicabut dan diusut tuntas dugaan pelanggaran tindak pidana khususnya,” tegasnya.

Tak hanya Exy saja yang ikut menyuarakan lantang terkait hal tersebut.

Senada juga disampaikan oleh aktivis lainnya yaitu Grex Himawan, yang mempertanyakan peran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Blora terkait pengawasan dan analisis dampak pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah ratusan titik pengeboran sumur yang mengelola limbah.

Menurutnya, FBS melihat kelemahan dari pengawasan tersebut, terbukti tidak ada tindakan nyata untuk menghentikan pengeboran ilegal tersebut, dengan alasan bukan kewenangan DLH, di sisi lain mereka juga membantah bahwa minyak tersebut bukanlah limbah.

“Kami pertanyakan peran aktif dari DLH untuk mencegah perusakan lingkungan di wilayah Desa Plantungan dan Soko, akibat adanya pengeboran tersebut, dengan alasan bukan kewenangan mereka, ada apa ini, logika kami tidak bisa masuk, justru karena ini ilegal mestinya mereka punya kewenangan untuk menghentikan karena merusak lingkungan sesuai tupoksi mereka,” tandasnya.***

Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro.

Editor: Annisaa Rahmah.

Exit mobile version