banner 728x250
News  

Anggota Muhammadiyah Sebut Jenazah Koruptor Tak Perlu Disalatkan, Ini Alasannya

Anggota Muhammadiyah ungkap alasan mengapa jenazah koruptor tidak perlu disalatkan. Foto: Pixabay.com/klimkin
Anggota Muhammadiyah ungkap alasan mengapa jenazah koruptor tidak perlu disalatkan. Foto: Pixabay.com/klimkin
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ajengan Wawan Gunawan Abdul Wahid mengatakan seseorang yang melakukan korupsi di akhir hayatnya, maka jenazahnya tidak perlu disalatkan.

Dikutip dari situs Muhammadiyah pada Senin (28/8/2023), Ajengan Wawan mengatakan korupsi termasuk perbuatan tercela yang bisa membuat kebangkrutan sebuah negara.

“Di dalam Islam ada tiga istilah yang merujuk kepada korupsi. Pertama, ghulul atau penggelapan. Kedua, ad dalwu ila al-hukkam atau memengaruhi hakim dengan tujuan memperoleh keputusan yang diinginkan. Ketiga, risywah atau penyuapan,” terangnya dalam acara Raker Wilayah dan Seminar Nasional Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Yogyakarta, di Universitas Ahmad Dahlan.

Ajengan Wawan kemudian menyampaikan kisah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang meninggal pada peristiwa Khaibar. 

Ketika sahabat itu meninggal dunia, para sahabat berharap agar Rasulullah SAW menyalati jenazahnya, tetapi beliau tidak setuju. 

Rasulullah SAW pun menjelaskan alasan di balik tindakannya. Beliau mengatakan bahwa sahabat yang telah meninggal tersebut telah melakukan korupsi saat berperang dalam jihad fi sabilillah

Korupsi ini melibatkan pencurian manik-manik milik orang Yahudi, yang nilainya sangat kecil, kurang dari dua dirham.

Namun, meski nilainya sangat kecil, Rasul tetap mencela perbuatan korupsi hingga tidak ingin menyalati jenazah itu.

Menurut Wawan, kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang pandangan Islam terhadap korupsi dan konsekuensinya. Berdasarkan kisah di atas, tindakan korupsi dalam Islam sangatlah serius. 

Rasulullah SAW menunjukkan bahwa orang yang mati dalam kondisi suul khatimah, yang berarti dia melakukan tindakan buruk seperti korupsi, disarankan agar tokoh agama tidak mensalati jenazahnya. 

“Ini bukan hanya sebagai hukuman sosial bagi pelaku korupsi, tetapi juga sebagai pembelajaran bagi masyarakat untuk tidak terlibat dalam perilaku yang merusak,” ujarnya.

“Kisah dari hadis ini mengingatkan kita bahwa korupsi dalam segala bentuknya adalah tindakan yang harus dihindari. Bahkan korupsi dalam hal yang sangat kecil sekalipun, seperti mencuri barang yang nilainya sangat murah, tetap dianggap sebagai tindakan yang salah dan merugikan,” pungkas Wawan.***

Penulis: Angghi Novita

Edito: Nurul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses