Jateng, Tuturpedia.com – Sampai saat ini masih ditemukan kasus miring yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan menjadi perhatian khusus anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Edy Wuryanto pada Kamis (4/1/2024).
Kasus tersebut terdiri dari penipuan hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang bahkan ketika pulang hanya tinggal nama.
Menurut Edy Wuryanto, perlu ada komitmen untuk memberikan rasa aman bagi PMI. Sebab, para migran mempunyai peran yang besar untuk bangsa ini.
Pada tahun 2022 lalu, mereka (para migran) menyumbang devisa melalui remitansi (pengiriman uang dari luar negeri) yang mencapai Rp139 triliun.
Berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), di tahun 2023 sudah ada 273.848 Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Secara rinci, PMI yang ditempatkan melalui skema government to government (G to G) mencapai 11.967 pekerja. Lalu private to private (P to P) mencapai 242.485 orang. Sisanya adalah skema perseorangan yang jumlahnya 18.908 orang.
“Adanya pencatatan dari BP2MI ini merupakan salah satu cara monitoring negara terhadap warganya. Data ini perlu terus diperbarui, termasuk mencari potensi PMI ilegal,” ucap Edy Wuryanto saat ditemui oleh awak media ini, usai acara di posko Lintas Relawan Ganjar Mahfud Bersatu, Blora, pada Kamis (4/1/2024) siang.
Lebih lanjut, pihaknya mengatakan bahwa mereka yang berangkat secara non prosedural atau ilegal, rawan mendapatkan tindak kejahatan.
Tak hanya itu, politisi dari PDI Perjuangan ini meminta agar ada sosialisasi yang lebih masif mengenai jalur legal yang bekerja di luar negeri. Sosialisasi disarankan dilakukan di daerah yang menjadi kantong PMI.
“Gandeng tokoh setempat untuk melakukan sosialisasi ini. Bisa juga masuk melalui karang taruna atau PKK,” ungkapnya.
Kemudian, ia mengatakan perlunya peningkatan kualitas SDM. Sehingga mereka yang bekerja di luar negeri memiliki basic skill (keahlian dasar) yang dapat “dijual.” Selain itu, mereka yang berangkat dapat mengikuti kursus bahasa sesuai negara yang ingin ditempati. Menurutnya, fungsi balai latihan kerja (BLK) perlu dimasifkan lagi.
“Kurangnya kemampuan bahasa asing, keahlian yang tidak sesuai dengan pasar kerja, dan tidak adanya konektivitas dengan penyalur tenaga kerja ke luar negeri adalah persoalan dasar PMI yang harus segera dituntaskan,” jelasnya.
Pihaknya pun mencontohkan BLK di Randublatung, Blora, yang mengajarkan bahasa Jepang. yang mana, informasi mengenai lowongan pekerjaan di luar negeri juga bisa didapatkan di BLK Randublatung.
Dengan adanya BLK ini, maka bisa mendongkrak kualitas SDM warga sekitar.
“BLK ini perlu dilipatgandakan. Masuk ke daerah kantong PMI untuk meningkatkan skill masyarakat sehingga tidak asal berangkat,” terangnya.
Dirinya berpendapat, jika perlindungan dan peningkatan kapabilitas PMI ini butuh komitmen yang kuat, mulai dari kepala negara hingga kepala daerah dalam mensejahterakan PMI.
“Negara-negara lain harus menghormati PMI kita. Ini harus menjadi misi bagi calon presiden Indonesia di pemerintahan yang akan datang,” bebernya.
Terakhir, ia menambahkan bahwa Jepang sebagai salah satu negara yang menjanjikan. Negara ini telah melakukan kerjasama G to G dengan Indonesia. Ada berbagai sektor pekerjaan yang dibutuhkan.
“Misalnya untuk kuota perawat ke Jepang per tahunnya 30 orang dan care worker (pekerja perawatan) 300 orang. Ini belum sektor lain. Dan secara umum dibutuhkan 70.000 orang per tahun untuk pekerja dengan keahlian spesifik,” tandasnya.***
Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro
Editor: Annisaa Rahmah















