Tuturpedia.com – Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah mendorong DPR agar menggunakan hak konstitusionalnya melalui hak angket.
Menurutnya, hak angket diperlukan demi mengakhiri berbagai desas-desus dugaan kecurangan Pemilu 2024.
“Melalui hak angket inilah kita akan menemukan titik terang, seterang-terangnya sekaligus juga mengakhiri berbagai desas-desus kecurigaan yang tidak perlu. Kita tidak ingin demokrasi yang kita lahirkan dengan air mata, berdarah-darah, dan nyawa yang dikorbankan pada 1998 berakhir dengan sia-sia,” tegas Luluk dalam rapat paripurna DPR RI, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
“Oleh karena itu pimpinan dan seluruh anggota DPR, saya mendukung hak angket ini kita lakukan, semata-mata untuk memberikan kepastian karena di sinilah fungsi kita yang sedang ditunggu-tunggu oleh rakyat. Kita tidak boleh tinggal diam. Jangan pernah menjadi pengkhianat dan menghianati kedaulatan rakyat,” lanjutnya.
Luluk yang berasal dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menuturkan bahwa pemilu adalah perwujudan kedaulatan rakyat dan oleh karenanya, lanjut dia, tidak ada satu pun kekuatan di negeri ini yang boleh merebut, apalagi menghancurkan hak berdemokrasi.
“Karena ini terkait daulat rakyat, maka pemilu haruslah berdasarkan pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan etika yang tinggi. Tidak ada satu pun pihak yang bisa memobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan satu pihak, walaupun itu mungkin ada hubungan dengan anak, saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain,” ucap dia.
Menurutnya, pemilu tidak bisa dipandang hanya dalam konteks hasil, akan tetapi proses pelaksanaannya juga harus dibarengi dengan prinsip demokrasi yang jujur dan adil, bukan dengan intervensi kekuasaan.
“Jika prosesnya penuh dengan intimidasi, apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran etika, atau politisasi bansos, intervensi kekuasaan, maka kita tidak bisa menganggap pemilu selesai saat jadwalnya telah berakhir,” ungkap Luluk.
Sebagai salah satu pelaku sejarah pergerak reformasi 1998, Luluk mengaku belum pernah melihat proses pemilu sebrutal Pemilu 2024.
“Saya adalah salah satu pelaku gerakan Reformasi 1998, sepanjang pemilu yang saya ikuti semenjak 1999, saya belum pernah melihat pemilu yang sebrutal dan semenyakitkan ini, dimana etika dan moral berada di titik minus kalau tidak bisa dikatakan di titik nol,” tuturnya.
Dia menilai etika dan moral politik saat ini berada di titik minus. Oleh sebab itu, Luluk meminta para anggota dewan tidak hanya diam ketika para akademisi, budayawan, profesor, mahasiswa, bahkan rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap ada kecurangan.
“Alangkah naifnya jika lembaga Dewan Perwakilan Rakyat hanya diam saja seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Tanggung jawab moral politik kita hari ini adalah mendengarkan suara yang sudah diteriakkan ataupun suara yang tak sanggup disuarakan,” ujar Luluk.
Dia menganggap silent majority sepakat apabila DPR melakukan langkah-langkah konstitusional seperti penggunaan hak angket.
“Silent majority saya kira akan sepakat apabila kita melakukan langkah-langkah konstitusional. Hari ini kita menerima banyak aspirasi bahwa DPR hendaklah mendengarkan hak konstitusionalnya melalui hak angket,” tandasnya.***
Penulis: Angghi Novita.
Editor: Annisaa Rahmah.