tuturpedia.com – Pemerintah Belanda melalui Perdana Menterinya, Mark Rutte, mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Hal ini disampaikan saat Ia hadir dalam perdebatan mengenai hasil penelitian dekolonisasi di dewan parlemen Belanda.
Sebanyak 15 partai parlemen yang diwakili masing-masing anggotanya mempersoalkan setidaknya tiga hal tentang penelitian berjudul ” Kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia, 1945-1950″.
Hasil penelitian yang diterbitkan oleh tiga lembaga Belanda pada Februari 2022 lalu, menyebutkan adanya kekerasan ekstrem dari militer Belanda di Indonesia.
Pada rapat tersebut, PM Rutte hadir didampingi oleh Menteri Luar Negeri, Wopke Hoekstra, dan Menteri Pertahanan, Kajsa Ollorongren. Rutte menyatakan permintaan maaf atas terjadinya kekerasan ekstrem di Indonesia tersebut.
Dalam pernyataannya, PM Rutte lebih memilih menggunakan istilah kekerasan ekstrem alih-alih kejahatan perang, dengan mendasarkan pada Konvensi Jenewa 1949.
“Masa kekerasan itu terjadi sebelum Konvensi Jenewa. Kesimpulannya kami tidak setuju itu kejahatan perang secara yuridis. Secara moral, ya, tapi tidak secara yuridis,” tegas Rutte.
Setidaknya ada 3 hal penting yang dibahas dalam rapat dewan parlemen Belanda tersebut, yakni;
Pertama, terkait aspek hukum. Penelitian tersebut lebih memilih menggunakan istilah “kekerasan ekstrem”, alih-alih memakai istilah “kejahatan perang”.
Kedua, tentang tanggung jawab dan permintaan maaf pemerintah terhadap para korban dan veteran Belanda itu sendiri.
Ketiga, terkait kompensasi dan rehabilitasi para veteran perang yang dianggap penjahat perang.
Penulis : Rizal Akbar
Editor : Redaksi Tuturpedia