Tuturpedia.com – Wakil Pimpinan Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai para pengusaha yang berinvestasi di Pulau Rempang memiliki bekingan dari pihak tertentu.
Oleh karena itu, pihaknya menyatakan akan memanggil para investor atau pengusaha yang terlibat, sebelum memanggil Kapolri.
“Banyak pihak yang terkait dan ada dugaan para pengusaha yang dibekingi para pihak,” kata Sahroni di Jakarta, Senin (18/9/2023).
Politisi Fraksi Partai NasDem ini mengatakan, penyelesaian konflik di Pulau Rempang tidak semudah perkiraan umum. Kasus ini bisa jadi percobaan dalam proses penegakan hukum.
Ahmad Sahroni pun meminta pemerintah untuk transparan menjelaskan yang terjadi di sana.
Sebab, jika hal itu tidak dilakukan, Pulau Rempang justru bisa menjadi “Pulau Preman” karena yang berlaku adalah hukum rimba.
“Banyak dugaan mafia main di Pulau Rempang,” bebernya, seperti dikutip Tuturpedia.com pada Selasa (19/9/2023).
Pulau Rempang rencananya akan digunakan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Kawasan Rempang Eco-City ini diketahui menjadi proyek PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.
Untuk tahap awal, PT MEG menggandeng perusahaan Xinyi Glass Holdings Ltd untuk membangun pabrik panel surya di Pulau Rempang.
Bentrokan sempat terjadi di Pulau Rempang, pada 7 September 2023. Konflik ini terjadi setelah Badan Pengusahaan (BP) Batam, bersama aparat TNI dan Polri memaksa masuk wilayah itu untuk melakukan pengukuran dan pematokan tanah.
Akibat bentrok yang terjadi, warga Rempang mengalami trauma. Terlebih aparat sempat melontarkan gas air mata ke arah sekolah dasar yang berada di sana.
Meskipun demikian, polisi menyatakan penggunaan gas air mata itu sudah sesuai prosedur. Selain itu, polisi juga menangkap puluhan orang yang disebut sebagai provokator dalam bentrokan tersebut.
Suara Warga Rempang
Warga Rempang menyatakan mereka tidak menolak proyek Rempang Eco-City tersebut.
Hanya saja, mereka meminta agar 16 kampung tua yang berusia ratusan tahun tidak digusur.
Sejumlah lembaga pun sempat mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ulang proyek tersebut.
Komnas HAM juga telah menyuarakan hal yang sama dan menyebut terjadi pelanggaran HAM dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Meskipun mendapatkan banyak tekanan, pemerintah memastikan proyek tersebut akan jalan terus.
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyatakan proyek itu harus terus jalan.
BP Batam sebelumnya menargetkan warga harus meninggalkan pulau itu paling lama pada 28 September 2023.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda